TANYAFAKTA.CO, TARUTUNG – Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) yang hanya memberikan beasiswa kepada mahasiswa dari 20 perguruan tinggi terbaik nasional menuai kritik tajam dari kalangan aktivis mahasiswa. Kebijakan ini dinilai diskriminatif dan tidak berpihak pada kampus-kampus lokal yang selama ini turut berkontribusi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di daerah.

Dalam sebuah diskusi terbuka, sejumlah aktivis mahasiswa Taput menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tersebut. Hadir dalam diskusi itu antara lain Joy Ragil Sentana (Ketua Komisariat FIPK GMNI Taput), Yosef Simanjuntak (Presiden Mahasiswa IAKN Tarutung), dan Debora Simanjuntak (Wakabid Politik FIPK GMNI Taput).

“Kebijakan ini mencederai semangat keadilan dan pembangunan daerah. Bagaimana mungkin mahasiswa asli Taput yang memilih berkontribusi langsung dengan berkuliah di Taput sendiri malah tidak didukung secara adil?” tegas Joy.

Baca juga:  Bunda PAUD Provinsi Jambi Dorong Pendidikan Inklusif untuk Anak Suku Anak Dalam

Sementara itu, Debora menyoroti bahwa pada masa pemerintahan sebelumnya, yakni era Bupati Drs. Nikson Nababan, kebijakan beasiswa bersumber dari dana CSR Bank Sumut dan diterapkan dengan pendekatan lebih terbuka dan berkeadilan. Beasiswa diberikan kepada mahasiswa asal Taput yang kuliah di perguruan tinggi negeri, baik di dalam maupun luar daerah, dengan syarat IPK minimal 3,50 dan berdomisili di Taput.

“Sebenarnya saya mengapresiasi program ini karena mendukung misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi sebagai mahasiswa, saya melihat adanya diskriminasi terhadap kampus lokal di Taput,” ujar Debora.

“Jika kita melihat kembali data publik saat Pak Nikson menjabat, tidak ada persyaratan harus berasal dari kampus elite nasional. Pendekatan sebelumnya jauh lebih inklusif dan mempertimbangkan kondisi riil mahasiswa daerah,” tambahnya.

Baca juga:  Universitas Jambi Gelar Seminar Pembukaan Seleksi Beasiswa LPDP Tahap I Tahun 2025

Ia pun mengajak pemerintah untuk membuka ruang dialog dan mengevaluasi kebijakan berdasarkan prinsip keadilan serta keberpihakan terhadap rakyat kecil.

“Kalau kampus lokal dianggap belum baik, justru pemerintah harus hadir untuk memajukan dan membanggakan perguruan tinggi di wilayahnya sendiri. Jangan malah tak memperhitungkan mereka dalam daftar penerima beasiswa. Ini ‘ngaur ceritanya’,” tegasnya.

Para mahasiswa menegaskan bahwa landasan hukum nasional tidak membenarkan pembatasan beasiswa hanya pada kampus tertentu. Beberapa regulasi yang mereka kutip antara lain: