TANYAFAKTA.CO, JAKARTA – Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) secara resmi menyurati Komnas HAM dan OMBUDSMAN Republik Indonesia untuk mendesak investigasi independen dan terbuka terhadap operasi PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan pengelola hutan tanaman industri (HTI) yang dinilai telah mencederai hak-hak dasar masyarakat adat di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.

Langkah ini diambil setelah melihat eskalasi konflik antara TPL dan komunitas adat kian memburuk, termasuk kriminalisasi yang pernah terjadi terhadap beberapa tokoh masyarakat adat seperti yang pernah terjadi kepada Sorbatua Siallagan, serta terjadinya pembabatan hutan warisan leluhur hingga rusaknya keseimbangan ekologis kawasan Danau Toba.

PT TPL merupakan perusahaan produsen bubur kayu (pulp) yang mengelola HTI seluas lebih dari 167.000 hektare di wilayah Tapanuli. Perusahaan ini merupakan bagian dari konglomerasi Royal Golden Eagle (RGE) milik taipan Sukanto Tanoto. Sejak era Orde Baru, TPL telah dituding sebagai penyebab utama deforestasi besar-besaran di wilayah adat Batak.

Baca juga:  Ditangkap PT TML Karena Ambil Brondolan, LPRA : Minim Lapangan Pekerjaan

Hutan adat diganti dengan eukaliptus untuk bahan baku industri, menghilangkan akses masyarakat terhadap hutan sebagai sumber hidup. Dalam banyak kasus, masyarakat adat mempertahankan tanah mereka justru diperlakukan sebagai pengganggu atau pelanggar hukum.

Pasal-Pasal yang Diduga Dilanggar oleh PT TPL dan Aparat Negara:

1. UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi   “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya…”

2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 6 ayat (1) dengan bunyi “Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan masyarakat hukum adat harus diperhatikan…”

3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 65 ayat (1) berbunyi “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari HAM.”

Baca juga:  Warga Desa Puding Geruduk Polda Jambi, Desak Usut Dugaan Mafia Tanah Libatkan Kades Pulau Mentaro

4. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada Pasal 4 berbunyi “Menetapkan bahwa pengelolaan hutan harus memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan lingkungan.”

Menyikapi Persoalan tersebut, PP PMKRI Mencoba mendesak dengan menyurati Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk segera melakukan investigasi.

“Kami menyurati Komnas HAM dan Ombudsman bukan karena sensasi, tetapi karena nurani. Negara tidak bisa terus-menerus memihak korporasi dengan membiarkan masyarakat adat dijerat hukum, hutannya dikapling, dan tanahnya diklaim. Jika hari ini tidak ada investigasi menyeluruh, maka negara sedang menegaskan bahwa hukum tidak berlaku untuk yang besar,” tegas Parlin Tua Sihaloho, Ketua Lembaga ESDM PP PMKRI.

PMKRI meminta Komnas HAM segera membentuk Tim Investigasi Ad Hoc yang turun langsung ke wilayah Tano Batak untuk menemui komunitas adat dan mendengar langsung suara korban kriminalisasi akibat keberadaan PT TPL. Sementara kepada Ombudsman RI, PMKRI menuntut agar dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kelalaian KLHK, Pemprov Sumut, dan aparat penegak hukum yang terlibat dalam pembiaran konflik ini.

Baca juga:  Dorong Produktivitas dan Pendapatan Petani, SPKS dan PTPN IV PalmCo Lakukan Pendampingan dan Sosialisasikan Akses PSR Jalur Kemitraan

Surat ini juga menjadi bagian dari gerakan nasional PMKRI untuk Keadilan Ekologis dan Perlindungan Masyarakat Adat, sebagai wujud peran mahasiswa dalam mengawal konstitusi dan keutuhan alam Indonesia. PMKRI menyerukan kepada seluruh mahasiswa lintas agama, organisasi, dan daerah untuk bersatu menyuarakan: “Tutup TPL, Pulihkan Hutan, Bebaskan Masyarakat Adat.”