TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Bagaikan mimpi, Refiqka Asmilla Rahma merasa tak yakin dirinya diterima di Universitas Gadjah Mada melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Meski, di hari Jum’at, 26 Maret 2024 sore teman-temannya menyambangi rumahnya di Sarolangun dan memberi ucapan selamat, ia tetap belum merespons dengan gembira. Ia tetap belum yakin jika diterima kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan UGM sehingga masih saja Fiqka membuka pengumuman kelulusan.
“Entah berapa kali buka tutup pengumuman. Berulang kali saya bertanya, benar ndak ini,” ucap Fiqka dikutip dari laman ugm.ac.id pada Senin, (29/7/2024).
Dia mengaku sesungguhnya di awalnya berkeinginan memilih IPB dengan Program Studi Kedokteran Hewan. Seiring berjalannya waktu, salah satu temannya tahu-tahu menentukan pilihan yang sama.
Fiqka mengurungkan keinginannya. Dalam ketidaktahuan mau kemana, ia sempat dipanggil pihak sekolah untuk mengganti pilihan. Ia mengalah dan menuruti arahan pihak sekolah. Memang bisa dimaklumi kebijakan SMA Negeri 1 Soralangun karena sekolahan berkeinginan mereka yang mendapat kuota SNBP memiliki peluang besar diterima di Perguruan Tinggi Negeri.
“Bingung waktu itu. Karena memang tidak mungkin dalam satu sekolah diperbolehkan memilih perguruan tinggi dan prodi yang sama,” kata Fiqka.
Di tengah batas akhir pendaftaran yang semakin mepet, kepedulian datang dari teman-temannya. Mereka mendorong Fiqka memilih Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Keraguan muncul. Fiqka tidak sepenuhnya mengiyakan dorongan teman-temannya, iapun lantas meminta pendapat ibunya, Wiwik Purwaningsih. Tak kunjung bisa menentukan, ia teringat tantingan ayahnya. Ia masih ingat tantingan ayahnya saat duduk di kelas XI : koe ne wes lulus arep neng endi?
Ia mengaku selalu terngiang pertanyaan itu. Tak berapa lama kemudian sang paman yang juga adik kandung ibu di Klaten memintanya untuk nantinya bisa memilih UGM.
Mengingat semua itu, Fiqka sangat bersyukur karena merasa dikelilingi orang-orang yang peduli dan mencintai. Meski di luar itu, tak sedikit juga yang tidak suka padanya. Fiqka lahir dari pasangan Kasto dan Wiwik Purwaningsih, dan memiliki adik kandung Ferizka Asmilla Rahma. Kasto yang penjual mi ayam keliling di seputar Pasar Soralangun meninggal dunia di saat Fiqka duduk di kelas V SDN 64/VII Sukasari II Kec. Sarolangun.
Setelah itu, ibunya Wiwik Purwaningsih menikah lagi dengan Suyatno yang berprofesi sebagai tenaga serabutan di Perkebunan Kelapa Sawit. Pasangan inipun dikaruniai anak M. Raka Dirga Wijaya.
“Ya sekarang ini, saya hidup bersama ayah sambungan, karena ibu menikah lagi karena merasa tidak kuat kalau membiayai hidup sendirian,” ujar Fiqka.
Kemiskinan yang menimpa keluarga menjadikan Fiqka seringkali mengalami ejekan teman sejak kecil. Tak jarang ia menahan semua itu, dan menangis ketika sampai di rumah. Ejekan yang terus ia alami menjadikannya terbiasa dan kuat. Ia cukup bisa bersyukur, karena bisa berdiam tak membalas apapun di saat teman-temannya yang tak suka padanya mengejek.
Bahkan di saat duduk di bangku SMA Negeri 1 Sarolangun, sebagian teman-temannya justru gemas dengan sikap Fiqka. Teman-temannya yang peduli padanya berharap agar Fiqka mau membalas mereka yang membulli. Harapan itupun tidak dipenuhi karena sekali lagi Fiqka memilih berdiam, diam, dan diam.
“Kenapa meski membalas. Ya sudah, sejak kecil aku mengalami itu. Sejak itu aku hanya ingin bapak nantinya bisa mengambil rapor dengan tegak kepala biarpun miskin,” kata Fifqa sembari meneteskan air mata.
Tinggalkan Balasan