Abdullah, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi, memberikan pandangan kritis terhadap maklumat ini.
“Jika kita menelaah lebih dalam Maklumat Kapolda, pemberlakuan status quo berlaku hanya pada wilayah yang dibakar, bukan pada wilayah yang terbakar. Padahal, jika di wilayah itu terjadi kebakaran berarti ada unsur kelalaian terhadap mitigasi kebakaran hutan dan lahan, salah satunya yang terjadi di wilayah izin PT. Puri Hijau Lestari (PT. PHL) dari Makin Group,” tegasnya.
Penegakan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan di Jambi dapat dilihat dari kejadian tahun 2019. Pada tahun tersebut, Polda Jambi memeriksa 12 perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan, yaitu: PT. Restorasi Ekosistem, PT. Bara Eka Prima, PT. Sumbertama Nusa Pertiwi, PT. Agro Tumbuh Gemilang Abadi, PT. Putra Duta Indahwood, PT. Pesona Belantara, PT. ABT, PT. Puri Hijau Lestari, PT. Secona, PT. Mega Anugrah Sawit (MAS), dan PT. Dewa Sawit Sari Persada (DSSP). Dari 12 perusahaan tersebut, hanya PT. MAS dan PT. DSSP yang ditetapkan sebagai tersangka, yang mana kedua perusahaan ini tergolong skala kecil.
Abdullah selaku Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi, mempertanyakan tindakan tegas yang hanya menyasar perusahaan-perusahaan kecil, sementara perusahaan besar tidak tersentuh hukum. “Ini menjadi tanda tanya besar terhadap tindakan hukum yang dilakukan pemerintah,” ujarnya.
“Kami juga mempertanyakan tindakan hukum yang dilakukan pemerintah, mengapa hanya perusahaan kecil yang ditindak dan perusahaan besar tidak. Alasan ini juga menjadi salah satu landasan WALHI Jambi melakukan gugatan terhadap PT. Putra Duta Indahwood dan PT. Pesona Belantara Persada pada tahun 2021, yang tidak tersentuh oleh hukum pada saat itu,” ujar Abdullah.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Jambi dari tahun ke tahun selalu paling parah di wilayah gambut. Dari total luas kebakaran di tahun 2024 seluas 115,1 hektare, 79 hektare berada di wilayah gambut, sementara 36,1 hektare berada di wilayah mineral.
“Selain itu, fokus penindakan tegas terhadap karhutla belum menyentuh akar masalah yang menyebabkan wilayah tersebut mudah terbakar, khususnya di wilayah gambut. Kita masih berkutat pada siapa yang membakar dan wilayah siapa yang terbakar, bukan pada apa yang membuat gambut itu mudah terbakar. Industri perkebunan di wilayah gambut adalah salah satu penyebabnya,” pungkas Abdullah. (*)


Tinggalkan Balasan