Di awal pidato, dia juga menunjukkan sejumlah podcast yang membahas dirinya. Dia menyatakan orang-orang yang membicarakan dirinya itu hanya omo-mon. Sementara dirinya bekerja nyata membantu masyarakat. Dia menanggapi kritik secara negatif. Tak ada apresiasi.

Di pidatonya ini, dia membahas tentang mimpi besar mengelola kekayaan sumber daya Indonesia secara maksimal untuk kemakmuran rakyat. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun ketika dia tidak memberi apresiasi bahkan malah nyinyir pada kritik karena menganggap dirinya sedang berbuat baik itulah masalahnya. Ketika kritik dianggap ngerecokin niat atau usaha baik itulah yang bermasalah. Seorang pemimpin menjadi diktator kadang bukan karena tidak punya niat baik, tapi karena jumawa seolah kebaikan hanya ada di pihak mereka.

Baca juga:  Konsumsi Menggerakkan Negeri

“Neraka penuh dengan niat dan kemauan yang baik”, kata St. Bernard dari Clairvaux. Para libertarian membahasakan ulang frase itu dengan “Jalan menuju neraka diaspal dengan niat baik.” Acapkali jalan menuju neraka dibuat dengan intensitas yang baik. Di mana-mana, diktator selalu punya klaim sedang berbuat baik. Semoga Indonesia terbebas dari pemimpin seperti itu.

Penulis : Saidiman Ahmad | Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University