Pilkada bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga kesempatan bagi rakyat untuk menyampaikan gagasan, harapan, dan keinginan mereka terhadap arah pembangunan kabupaten ini.

Seperti yang ditegaskan oleh banyak pengamat, Pilkada juga bisa menjadi cermin dari kesehatan demokrasi kita. Jika kontestasi politik hanya berfokus pada perebutan kekuasaan dan menjauh dari semangat kolaborasi, maka potensi pembangunan akan terhambat.

Yang lebih mengkhawatirkan, munculnya polarisasi di tengah masyarakat dapat merusak hubungan antarwarga yang telah terjalin harmonis.

Dengan demikian, dalam memperingati Harlah ke-25 ini, kita diingatkan kembali bahwa kolaborasi tidak hanya berlaku dalam konteks pembangunan fisik seperti infrastruktur atau ekonomi.

Lebih dari itu, kolaborasi yang sejati melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam proses politik, sehingga siapa pun yang terpilih nanti, bisa membawa Sarolangun menjadi kabupaten yang lebih inklusif dan sejahtera.

Baca juga:  Verifikasi Syarat, KPU Provinsi Jambi : Haris - Sani MS, Romi - Sudirman BMS

Pemimpin yang lahir dari Pilkada 2024 harus mampu mengimplementasikan kolaborasi ini dengan nyata—baik itu dengan membangun kemitraan dengan sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil, maupun dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan.

Saatnya kita berhenti melihat Pilkada sebagai arena pertarungan semata. Harlah Sarolangun ke-25 adalah momentum untuk merayakan kebersamaan dan komitmen kita dalam membangun Sarolangun melalui semangat kolaborasi.

Mari jadikan momen ini sebagai awal dari era baru, di mana perbedaan pendapat tidak memecah belah kita, melainkan memperkuat pondasi demokrasi dan pembangunan di Bumi Sepucuk Adat Serumpun Pseko.

Penulis : Hayatullah Qomainy | Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Jambi