Dalam konteks ini, diperlukan upaya kolaboratif untuk membangkitkan kembali kesadaran sosial di kalangan mahasiswa. Institusi pendidikan harus mengambil peran aktif dalam mendidik mahasiswa tentang pentingnya keterlibatan sosial dan politik. Kurikulum harus mencakup pendidikan civics yang mendalam, di mana mahasiswa diajarkan tidak hanya tentang teori, tetapi juga tentang praktik keterlibatan di masyarakat. Selain itu, kampus perlu menjadi ruang untuk diskusi yang sehat dan kritis, di mana mahasiswa merasa aman untuk mengekspresikan pandangan mereka dan berdebat tentang isu-isu penting.
Media sosial juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran politik. Banyak mahasiswa yang aktif di media sosial, tetapi seringkali mereka menggunakannya untuk hiburan atau konsumsi informasi yang dangkal. Dengan mengarahkan penggunaan media sosial ke isu-isu sosial dan politik, mahasiswa dapat berkontribusi dalam membangun kesadaran kolektif. Melalui kampanye daring yang informatif dan menggugah, mereka dapat menarik perhatian teman sebaya dan mendorong diskusi yang lebih bermakna.
Keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan juga merupakan langkah yang perlu diambil. Mahasiswa harus menyadari bahwa menjadi anggota organisasi tidak hanya tentang status, tetapi juga tentang peran aktif dalam membangun masyarakat. Dalam organisasi, mereka dapat belajar tentang kepemimpinan, kolaborasi, dan advokasi. Ini adalah pengalaman berharga yang dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi agen perubahan yang efektif.
Akhirnya, mahasiswa perlu menyadari bahwa perubahan sosial tidak akan terjadi tanpa keterlibatan mereka. Mereka harus memahami bahwa sejarah telah menunjukkan betapa pentingnya peran mahasiswa dalam pergerakan sosial. Dari pergerakan kemerdekaan hingga reformasi, mahasiswa selalu berada di garis depan. Jika mereka tidak mengambil posisi aktif dalam mempengaruhi kebijakan dan perubahan sosial, mereka akan kehilangan kesempatan untuk meninggalkan warisan yang berarti bagi generasi mendatang.
Kesimpulannya, mahasiswa pasca-Covid seharusnya tidak lagi dianggap sebagai siswa yang apatis. Mereka memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan yang signifikan, tetapi ini hanya akan terjadi jika mereka menyadari peran mereka dalam masyarakat. Dengan pendidikan yang tepat, lingkungan yang mendukung, dan kesadaran akan tanggung jawab sosial, mahasiswa dapat bangkit dari sikap apatis dan menjadi pelopor perubahan yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Jika tidak, fakta ironis bahwa mahasiswa saat ini tak lagi berbeda dari siswa akan terus berlanjut, dan kita akan kehilangan generasi yang seharusnya menjadi pilar masa depan demokrasi.
Referensi
- Rahman, A. (2021). Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Era Digital. Jakarta: Pustaka Pelajar.
- Surya, R. (2020). Politik dan Mahasiswa: Menemukan Kembali Peran Aktif dalam Masyarakat. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan.
- Lembaga Penelitian Sosial dan Politik (2022). “Apatisme di Kalangan Mahasiswa: Tantangan dan Solusi”. Diakses dari LPSP.


Tinggalkan Balasan