Salah satu karakteristik yang perlu diperhatikan, menurut Maulana, adalah kecenderungan anak-anak muda untuk lebih taat pada kelompok sebaya. Oleh karena itu, ia mengusulkan perlunya pendekatan melalui duta-duta anti tawuran di berbagai organisasi remaja, baik di dalam maupun di luar sekolah.
“Maka perlu ada pendekatan duta-duta anti tawuran di berbagai organisasi remaja, intra sekolah, maupun ekstra sekolah,” ungkapnya.
Maulana juga menegaskan bahwa penyelesaian tawuran antar pelajar di Kota Jambi harus menggunakan pendekatan holistik, yang melibatkan berbagai aspek, termasuk kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa penanganan kasus tawuran juga selaras dengan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Di tingkat sekolah misalnya banyak sekali kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler dan penanganannya juga harus dengan pendekatan yang selaras dengan anak-anak muda, kita mengikuti Undang-Undang Perlindungan Anak dan penyelesaian perkara bagi anak-anak para pelaku yang sudah ada indikasi pidananya,” tutur Maulana.
Membangun Kesadaran Anak Muda
Pentingnya pendidikan karakter juga menjadi fokus Maulana dalam mengatasi tawuran antar pelajar. Ia berpendapat bahwa dengan pendidikan karakter yang lebih baik, anak-anak yang cenderung ikut-ikutan dalam tawuran karakternya akan terbentuk dan menyadari bahwa tindakan tersebut merugikan diri mereka sendiri dan masyarakat.
“Mereka akan merasa bahwa tawuran hanyalah sesuatu yang merugikan dirinya dan juga merugikan masyarakat lain, mengganggu ketertiban, mempengaruhi investasi dan proses ekonomi akan terganggu. Ini kesadaran penting bagi anak-anak muda,” pungkas Maulana. (Aas)
Tinggalkan Balasan