Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch, menekankan pentingnya penerapan kebijakan penghentian pemberian izin perkebunan sawit. Menurutnya, dengan adanya dorongan kebijakan untuk memperluas Program Biodiesel berbasis sawit, ada potensi besar terjadinya deforestasi yang dapat mengancam keberadaan lahan sumber pangan.

“Penghentian pemberian izin sawit plus replanting dapat berdampak positif bagi ekonomi. Luas sawit saat ini juga sudah mendekati ambang batas. Oleh karena itu, penerapan moratorium semakin penting untuk menghentikan ekspansi yang tidak terkendali,” jelas Surambo.

Regulasi Sawit dan Tantangan Tata Kelola

Direktur Satya Bumi, Andi Muttaqien, mengkritisi ketidakefektifan regulasi yang ada dalam mengatasi masalah tata kelola perkebunan sawit di Indonesia. Meskipun ada norma pemutihan lahan sawit di kawasan hutan, kebijakan ini belum mampu menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan dan berpotensi merugikan negara dari segi pendapatan pajak yang hilang.

Baca juga:  Diaspora Indonesia Sambut Hangat Presiden Prabowo di Paris

“Pemutihan lahan sawit di kawasan hutan berisiko membuka celah kerugian bagi negara, apalagi dengan sistem perizinan yang masih rentan terhadap praktik korupsi,” ujarnya.

Andi menambahkan, dengan adanya regulasi anti-deforestasi Uni Eropa (EUDR), moratorium sawit semakin relevan.

“Moratorium ini merupakan kebijakan progresif yang dapat menjawab ketentuan EUDR. Selain mengurangi deforestasi global, kebijakan ini juga dapat mendorong produksi sawit yang bebas dari unsur ilegalitas,” kata Andi.

Moratorium Sawit Sebagai Langkah Menuju Keberlanjutan

Peneliti Madani Berkelanjutan, Sadam Afian Richwanudin, menekankan bahwa moratorium sawit masih sangat dibutuhkan untuk memperbaiki tata kelola perkebunan yang belum optimal.

Masih banyak masalah terkait konsolidasi data, pelanggaran izin, dan ekspansi yang belum terkendali di berbagai provinsi, termasuk Papua dan Kalimantan,” ungkap Sadam. Dia juga menambahkan bahwa moratorium mendukung target iklim Indonesia, di mana penghentian izin dan pembukaan lahan baru akan mengurangi emisi karbon dan memperbesar kontribusi sektor FOLU dalam pencapaian target iklim nasional.

Baca juga:  Wamentan Bicara Food Estate dan Cetak Sawah di Rapat Koordinasi Kemenko Perekonomian

Olvy Tumbelaka, Senior Campaigner Kaoem Telapak, mengingatkan bahwa Indonesia perlu memberlakukan kembali moratorium yang lebih kuat dari Inpres No. 8.

“Moratorium ini penting untuk melindungi hutan dan keanekaragaman hayati di wilayah kritis, memenuhi standar keberlanjutan pasar internasional, dan melindungi kesejahteraan petani kecil serta masyarakat lokal,” pungkas Olvy. (Red)