TANYAFAKTA.ID – Dalam konteks pendidikan tinggi, mahasiswa perantau seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan yang melampaui aspek akademis semata. Tinggal jauh dari pengawasan orang tua di perantauan sering kali menciptakan dinamika dalam kehidupan sehari-hari, di mana mahasiswa berhadapan dengan tekanan sosial dan kebebasan yang terkadang sulit untuk dikelola.
Situasi ini dapat menimbulkan perilaku pergaulan yang tidak terarah, kecenderungan terhadap gaya hidup hedonis, serta pengabaian terhadap tanggung jawab utama mereka sebagai mahasiswa, yaitu menuntut ilmu. Fenomena ini menciptakan kesenjangan yang mencolok antara harapan orang tua di kampung halaman dan realitas yang dihadapi oleh mahasiswa di lingkungan baru mereka.
Orang tua umumnya memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap anak-anak mereka, mengharapkan agar mereka mampu menjaga integritas diri, berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan agama, serta mengejar cita-cita yang sebelumnya telah direncanakan.
Ketika mahasiswa terpisah dari orang tua, risiko kehilangan arah justru semakin besar, sebagaimana banyak yang terjebak dalam pergaulan yang dapat merugikan perkembangan pribadi dan akademis mereka. Akibatnya, esensi dari merantau, yang seharusnya bertujuan untuk memperluas wawasan dan menimba ilmu, justru terganggu oleh perilaku yang kontraproduktif.
Dalam konteks ini, keberadaan paguyuban atau organisasi kedaerahan, seperti Himpunan Mahasiswa Sarolangun-Jambi (HIMSAR-JAMBI), menjadi semakin penting. Bagi mahasiswa asal Sarolangun yang merantau di Jambi, HIMSAR bukan sekadar asosiasi sosial; lebih dari itu, organisasi ini berfungsi sebagai wadah yang menyediakan dukungan emosional, rasa aman, dan komunitas.
Sebagai “keluarga kedua” di tanah rantau, HIMSAR memainkan peran signifikan dalam membentuk perilaku dan sikap anggotanya agar tetap berpegang pada etika dan norma yang menguntungkan.
Tinggalkan Balasan