Lanjut pada isu peningkatan kualitas SDM nyaris tidak disentuh. Pendidikan, kualitas guru, fasilitas memadai bagi murid, pelatihan teknis, beasiswa bagi siswa berprestasi dan pengembangan seni budaya seolah bukan prioritas.

Yakin dan percaya regenerasi sarolangun terus menerus terjadi degradasi kepemimpinan yang tertinggal karena kurangnya perhatian pada pendidikan dan keterampilan? Panelis yang dihadirkan, dengan segala hormat, tampaknya tidak punya kapasitas atau bahkan minat untuk menggali isu ini lebih dalam.

Debat ini seharusnya menjadi bagian proses demokrasi, tapi malah terasa seperti formalitas saja. Panelis yang hadir lebih mirip penghias panggung daripada pengarah diskusi. Kandidat pun tidak dipaksa untuk menunjukkan kecakapan mereka menghadapi masalah riil. Jika ini adalah cara KPU Sarolangun menyelenggarakan debat, mungkin mereka perlu mengganti slogannya: “Dari Rakyat, oleh Nepotisme, untuk Pencitraan.”

Baca juga:  Tertangkap Basah, Tim Romi-Sudirman Rusak Baleho Al Haris-Sani

Saatnya KPU Sarolangun bercermin, fokus pada substansi menciptakan ruang ruang publik dengan gagasan serta ide, pilih panelis yang benar-benar sesuai dengan bidangnya, dan pastikan debat menjadi ajang diskusi serius yang mengupas akar masalah, supaya kesejahteraan rakyat benar di bicarakan dan di perjuangankan.

Penulis : Hayatullah Qomainy |
Mahasiswa Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Jambi