Meski RAD-KSB diharapkan dapat menciptakan regulasi yang lebih baik dalam pengelolaan perkebunan sawit, penerapannya tampaknya masih jauh dari harapan. Banyak perusahaan sawit yang tetap melakukan ekspansi tanpa memperhatikan dampak ekologis jangka panjang, seperti hilangnya tutupan vegetasi dan peningkatan erosi yang memperburuk risiko banjir. Pemerintah daerah seharusnya tidak hanya membuat kebijakan, tetapi juga secara aktif mengawasi dan menegakkan peraturan ini. Tanpa pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas, kebijakan seperti ISPO dan RAD-KSB hanya akan menjadi wacana belaka yang tidak mampu menyelesaikan masalah lingkungan yang ada.

Banjir yang terjadi di Sarolangun adalah gambaran dari kegagalan dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Pemerintah yang hanya fokus pada penyalahkan curah hujan tanpa melihat dampak dari kebijakan yang lebih besar, seperti ekspansi perkebunan sawit dan lemahnya pengawasan terhadap kebijakan yang ada, semakin menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam menghadapi tantangan ekologis yang ada.

Baca juga:  Liga Askab PSSI Sarolangun ke-IV Resmi Dibuka, Perebutkan Piala Kapolres Cup

Jika pemerintah benar-benar ingin mengatasi banjir yang sering melanda daerah ini, mereka harus lebih tegas dalam menegakkan kebijakan yang ada, seperti ISPO dan RAD-KSB, dan memastikan bahwa praktik perkebunan sawit yang dilakukan di Sarolangun berkelanjutan, ramah lingkungan, dan tidak merusak ekosistem yang ada.

Lebih dari sekadar memperbaiki kebijakan, pemerintah daerah harus bertindak lebih tegas dalam mengawasi dan menegakkan aturan. Praktik illegal seperti pembukaan lahan tanpa izin, penggunaan pupuk kimia secara berlebihan, serta konversi lahan hutan menjadi sawit harus dihentikan. Tanpa adanya penegakan hukum yang serius, SAROLANGUN akan terus terjebak dalam siklus bencana ekologis yang tak berkesudahan, di mana kerusakan lingkungan akan semakin parah, dan banjir akan terus mengancam kehidupan masyarakat.

Baca juga:  Sarolangun Raih Juara I Penilaian Kinerja Aksi Konvergensi Stunting se-Provinsi Jambi

Pernyataan PJ Bupati yang hanya mengaitkan banjir dengan curah hujan tinggi tanpa melihat dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kebijakan yang buruk dan praktik perkebunan yang tidak berkelanjutan menunjukkan kurangnya pemahaman dan perhatian terhadap isu lingkungan. Banjir yang terjadi bukanlah semata-mata akibat faktor alam, tetapi hasil dari pengelolaan sumber daya alam yang tidak bijaksana.

Pemerintah Sarolangun harus berani mengambil tindakan konkret untuk mengatasi masalah ini dan memulai perubahan menuju pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Karena hanya dengan pendekatan yang holistik, yang menggabungkan kebijakan yang tepat dan pengawasan yang ketat, Sarolangun dapat keluar dari ancaman bencana ekologis yang semakin nyata.

Baca juga:  Konflik Spasial dalam Kawasan Warisan Budaya: Dinamika Candi Muaro Jambi di Tengah Ekspansi Industri Ekstraktif

Penulis : Muhammad Okta Prihatin | Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi