“Untuk membuka satu sumur minyak illegal, biayanya tidak sedikit, sekitar 30 juta rupiah. Ini jelas bukan pekerjaan orang biasa. Aktivitas ini pasti melibatkan pihak-pihak yang memiliki kekuatan atau backing dari oknum tertentu,” lanjut Revaldo.

Revaldo juga mempertanyakan peran pemerintah desa dalam masalah ini. “Tidak mungkin kepala desa atau aparat desa tidak tahu tentang aktivitas illegal drilling di wilayah mereka. Ini menunjukkan bahwa praktik mafia minyak ini sudah terstruktur dan sistematis, dari bawah hingga ke atas,” ujar Revaldo dengan tegas.

Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh DPD GPM dan DPD KOMANDO Provinsi Jambi ini seolah menjadi indikator kekecewaan masyarakat terhadap kinerja Polda Jambi.

Baca juga:  BMKG Prediksi Jambi Wilayah Barat Masih Berpotensi Hujan

Dia menilai, meskipun sudah sering menggelar aksi dan melakukan hearing dengan pihak kepolisian, tidak ada langkah nyata yang diambil untuk memberantas praktik illegal drilling dan mafia minyak yang terus berkembang.

DPD GPM Provinsi Jambi mengingatkan Polda Jambi agar penindakan yang dilakukan tidak hanya sebatas seremonial. Mereka mendesak agar pihak kepolisian tidak hanya menangkap pekerja, tetapi juga menindak pemilik dan pemodal yang terlibat dalam bisnis illegal ini.

“Kami mendesak Polda Jambi untuk segera menangkap pemilik dan mafia gudang-gudang minyak illegal, serta menjatuhkan hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Revaldo.

Kritik tajam ini menegaskan bahwa masalah mafia minyak illegal di Jambi bukanlah sekadar isu sesaat. Namun, jika tidak ada tindakan yang tegas dan berkelanjutan dari pihak berwenang, masalah ini akan semakin memperburuk kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. (*)