TANYAFAKTA.ID – Dalam riuh rendah masalah efisiensi anggaran, sebenarnya kinerja ekonomi Indonesia masih optimis. Buktinya, pada Februari 2025, data ekonomi masih positif.
Tingkat inflasi misalnya, secara tahunan atau year-on-year pada Februari 2025 akan lebih rendah dari Januari 2025. Pada bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan sebesar 0,76 persen. LPEM UI memperkirakan tingkat inflasi secara tahunan pada Februari 2025 bisa menyentuh angka 0,70 persen.
Inflasi secara bulanan atau month-to-month dari bulan Januari ke Februari 2025 juga diprediksi cukup rendah. Inflasi month-to-month diprediksi akan berada cukup rendah, bahkan deflasi pada rentang -0,20 persen hingga 0,20 persen.
BPS sebelumnya mengumumkan inflasi secara tahunan pada Januari 2025 merupakan yang paling rendah dalam 25 tahun terakhir. BPS mencatat inflasi tahunan pada Januari kemarin sebesar 0,76 persen, atau terendah sejak tahun 2000.
Inflasi dikisaran ini masih memungkinkan masyarakat menyimpan (saving) uang untuk ditabung atau di putar sebagai usaha (Investasi).
Presiden Prabowo Subianto sendiri di awal telah menargetkan zero poverty atau tingkat kemiskinan 0% pada 2045 serta pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dalam lima tahun mendatang. Target ini menjadi acuan utama dalam kebijakan ekonomi nasional yang membutuhkan strategi yang matang, terukur, dan inklusif.
Selain itu Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Cadangan Devisa Indonesia pada akhir Januari 2025 mencapai sebesar 156,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS), meningkat dibandingkan posisi pada akhir Desember 2024 sebesar 155,7 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa pada akhir Januari 2025 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Sekarang tantangannya adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan daya beli masyarakat, dengan mengeksplorasi sektor-sektor baru yang mendukung diversifikasi ekspor Indonesia sekaligus mendorong peningkatan daya saing produk nasional di pasar global.
Harapannya, peningkatan investasi dalam kebijakan ekonomi dapat memfasilitasi arus investasi yang lebih besar. Bicara ini mau tak mau sektor yang harus dikejar adalah pertanian. Meski menurut data Kementerian Pertanian sepanjang 2019-2023 neraca perdagangan sektor tersebut selalu defisit.
Pembangunan pertanian memberikan sumbangan bagi pembangunan daerah, baik secara langsung dalam menopang pertumbuhan ekonomi melalui kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan, riset secara empiris telah menunjukkan bahwa pertumbuhan produktivitas di sektor pertanian dapat mengurangi kemiskinan.
Sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak, diperlukan pengembangan sistem agribisnis yang terpadu. Peningkatan harga produk pertanian bagi komoditas yang memiliki nilai ekspor, karena kenaikan tersebut berimbas pada meningkatnya pendapatan petani.
Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan mengembangkan komoditas unggulan, karena tiap daerah atau desa pasti memiliki karakteristik dan komoditas yang berbeda. Komoditas ini yang kemudian ditambahkan nilainya (added value) yang selanjutnya dikembangkan dan dijamin keberlanjutannya melalui Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM).
Pemerintah sendiri telah mengumumkan delapan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025, termasuk stimulus untuk mengungkit daya beli masyarakat.
Kedelapan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi itu, yakni :
Pertama, adalah dampak dari hasil kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2024.
Kenaikan UMP akan meningkatkan daya beli masyarakat. Ia melanjutkan bahwa kenaikan ini juga memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan pekerja dan kemampuan konsumsi masyarakat.
Jika konsumsi meningkat akan memicu pertumbuhan permintaan dan penawaran, yang pada akhirnya berkontribusi pada kenaikan pendapatan per kapita dan nasional.
Namun, pengelolaan kenaikan UMP agar nantinya tidak menjadi beban jangka panjang. Pemerintah perlu menjaga stabilitas ekonomi dengan strategi yang jelas untuk mendukung pertumbuhan secara berkelanjutan dan jangka panjang.
Tinggalkan Balasan