Tarif tinggi yang dikenakan terhadap bahan bangunan seperti baja akan menyebabkan lonjakan biaya konstruksi. Skift Research dalam laporan US Hotel Supply Outlook mencatat bahwa akan terjadi perlambatan pembangunan hotel baru pada tahun 2025.

Strategi Menghadapi Krisis

Dalam situasi krisis seperti ini, pihak hotel maupun pelaku industri pariwisata lainnya perlu memahami bahwa biasanya akan terjadi pergeseran pola pergerakan wisatawan, seperti yang terjadi pada masa pandemi COVID-19. Misalnya, pergeseran dari perjalanan jarak jauh (long-haul) ke jarak dekat (short-haul), atau dari pasar domestik ke lokal sebagai pasar sekunder.

Karena itu, penting untuk tetap memberikan harga yang sesuai dengan kualitas, menciptakan kreativitas dan inovasi produk, serta menambah nilai tambah layanan—contohnya, menyediakan trolley untuk anak balita di lobi hotel. Upayakan penggunaan produk lokal sebisa mungkin, terus menjaga hubungan baik dengan tamu, serta menyosialisasikan kenaikan harga jauh hari sebelumnya.

Baca juga:  Pariwisata dan Daerah Pedesaan di Provinsi Jambi

Selanjutnya, seluruh sumber daya manusia (SDM) di industri ini harus beretika dalam promosi dan berperilaku berkelanjutan (sustainable) guna meningkatkan daya saing usaha.

Akhirnya, industri pariwisata harus tetap optimistis, seperti yang dikatakan Chris Hemmeter, Managing Director dari Thayer Ventures, sebuah dana investasi besar di bidang perjalanan dan perhotelan berbasis di AS:
“Short term is uncertain, but long term is not.”

Penulis: Tamrin B. Bachri
– Alumnus Departemen Hospitality & Tourism, University of Wisconsin, USA
– Tenaga Ahli Gubernur Jambi bidang Pariwisata