Tagihan yang belum dibayar sejak 2024 pun menjadi poin krusial. Budiman mengaku heran dengan alasan-alasan dari pihak RSUD yang menurutnya tidak transparan.

“Kita enggak tahu proses di dalam itu seperti apa kita enggak paham, itu kan intern pihak rumah sakit. Katanya sedang proses, sedang proses. Nah proses mereka kita enggak tahu. Apakah duitnya enggak ada, atau anggaran dialihkan kita enggak tahu,” ujarnya.

Kuasa hukum PT AJM, Mike Siregar, menilai RSUD telah melanggar kontrak yang secara hukum mengikat kedua belah pihak.

“Kontrak itu adalah Undang Undang bagi yang menandatangani. Kalau kemudian pihak rumah sakit menyatakan bahwa mereka tidak punya ketergantungan atau keterikatan terhadap kontrak, mungkin dia kurang banyak baca,” tegas Mike.

Baca juga:  Dirut PT AJM Gugat RSUD Raden Mattaher Soal Wanprestasi

Ia juga menyinggung aspek tanggung jawab publik dalam kasus ini, mengingat RSUD adalah institusi negara dan persoalan yang disengketakan menyangkut limbah medis.

“Jadi kalau dikatakan kita enggak punya kewenangan untuk bicara kontrak ya silakan, kita berperang di pengadilan,” ujarnya.

Sayangnya, sikap tertutup masih ditunjukkan oleh manajemen RSUD Raden Mattaher. Direktur rumah sakit Herlambang yang turut hadir di PN Jambi enggan memberikan komentar meski dimintai konfirmasi.

Dengan gagalnya mediasi, perkara yang teregister dengan nomor 50/Pdt.G/2025/PN Jmb akan kembali disidangkan pada Kamis, 21 April 2025 dengan agenda pembuktian. Sengketa ini menjadi sorotan karena menyangkut transparansi pengelolaan anggaran publik dan potensi risiko lingkungan dari pengelolaan limbah medis yang terhambat. (Aas)