TANYAFAKTA.ID, DEPOK – Lebih dari 100 peserta dari berbagai pihak dan instansi antusias mengikuti diskusi publik bertajuk “Mendukung Pengesahan RUU Masyarakat Adat: Bentuk Pengakuan, Keadilan, dan Penghormatan Bagi Masyarakat Adat” yang digelar di Balai Sidang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Kaoem Telapak, sebagai anggota Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FHUI.

Keberadaan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA) dinilai sangat penting untuk memberikan dan memastikan pemenuhan hak konstitusional masyarakat adat yang selama ini kerap termarginalkan.

Oleh karena itu, dukungan dari berbagai elemen, khususnya dari kalangan universitas, akademisi, dan mahasiswa, menjadi krusial dalam memperkuat tekanan terhadap proses legislasi ini

Baca juga:  PTPN IV PalmCo Tegaskan Bukan Pemegang HGU Cot Girek, Siap Fasilitasi Dialog Masyarakat dan PTPN I

Acara dibuka oleh Prof. Dr. Ratih Lestarini, S.H., M.H., Guru Besar Bidang Sosiologi Hukum FHUI. Dalam sambutannya, Prof. Ratih menyampaikan bahwa konflik antara masyarakat adat dan negara semakin meningkat saat ini.

“Pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi penting sebagai payung besar untuk mengatur keruwetan interaksi hukum adat dan hukum negara di ruang sosial. Hukum harus bisa menyeimbangkan kepentingan para pihak, dan seharusnya memberikan perlindungan hak adat sekaligus juga memberikan kepastian hukum bagi investasi,” ujarnya.

Para akademisi juga menegaskan pentingnya peran kampus sebagai ruang kritis dan intelektual dalam mempercepat pengakuan terhadap rancangan undang-undang ini.

Dr. R. Ismala Dewi, S.H., M.H., Dosen Bidang Studi Hukum dan Masyarakat FHUI, menyampaikan bahwa masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan atas wilayah adat mereka, termasuk sumber daya alam.

Baca juga:  Hentikan Pelemahan SVLK: Perekonomian dan Kredibilitas Produk Kayu Indonesia Dipertaruhkan di Mata Dunia

“Kita perlu mendukung penerapan hukum adat dalam menjaga lingkungan hidupnya tersebut. Sehingga tercipta keberlangsungan ketersediaan air dan lingkungan hidup yang berkelanjutan bagi masyarakat adat. Untuk itu RUU Masyarakat Adat perlu segera disahkan untuk mengakomodasi pemenuhan hak masyarakat adat atas sumber daya alamnya secara berkeadilan,” kata Ismala.

Dalam diskusi tersebut, perspektif kebudayaan turut disuarakan sebagai bagian penting dari pembahasan RUU Masyarakat Adat. Pengakuan terhadap masyarakat adat bukan hanya soal hak atas tanah atau wilayah, melainkan juga tentang penghormatan terhadap nilai-nilai hidup, tradisi, serta cara pandang dunia yang diwariskan secara turun-temurun.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Luh Gede Saraswati Putri, S.S., M.Hum., budayawan sekaligus dosen filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Baca juga:  EW LMND Jambi Desak Tujuh Kades dan Satu Lurah Diperiksa Terkait Gratifikasi Perpanjangan HGU PT DAS

“Pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi krusial karena masyarakat adat adalah penjaga dan pelestari lingkungan hidup, dengan kearifan lokal yang mampu merawat alam secara berkelanjutan. Komunitas adat memiliki nilai-nilai budaya yang lestari sebagai identitas bangsa,” ucapnya.