Christian menekankan bahwa penerapan PI 10% harus dikaji berdasarkan jumlah sumur migas aktif dan status perizinannya. Menurut data publikasi PetroChina, sejak tahun 2002 telah dibor lebih dari 432 sumur, terdiri dari 34 sumur eksplorasi, sekitar 180 sumur produksi, dan rencana pengeboran baru sebanyak 9 sumur.
Namun, KKRJ menyoroti dugaan ketidaktertiban administrasi dalam pengelolaan sumur migas tersebut.
“Berdasarkan temuan lapangan, sejumlah sumur diduga tidak memiliki izin hak pakai lahan. Padahal, menurut PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, tanah untuk kegiatan hulu migas wajib memiliki sertifikat hak atas tanah,” jelasnya.
Tak hanya itu, Christian juga mengangkat temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada akhir 2024 yang mengidentifikasi potensi kerugian negara hingga Rp60,04 miliar dari tujuh paket pengadaan di PetroChina. Dugaan penyimpangan tersebut terjadi sepanjang 2019–2023.
“DPRD dan DPR RI harus segera memanggil pihak PetroChina untuk menjelaskan secara terbuka seluruh kegiatan operasionalnya, termasuk status hukum penggunaan lahan sumur migas. Tanpa itu, PI 10% hanya akan menjadi ilusi dan PAD Jambi tetap stagnan,” pungkas Christian. (*)
Tinggalkan Balasan