TANYAFAKTA.IDHari Buruh, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, memiliki akar sejarah yang kuat dalam perjuangan kelas pekerja. Awalnya, perayaan ini berawal dari demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886.

Para buruh saat itu menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang merupakan bagian dari perjuangan untuk mendapatkan hak-hak dasar mereka. Aksi tersebut berujung pada peristiwa berdarah yang dikenal sebagai Haymarket Riot, di mana beberapa buruh dan polisi tewas. Sebagai penghormatan kepada para pekerja yang berjuang, 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh Internasional.

Sejak saat itu, May Day menjadi simbol perjuangan buruh di seluruh dunia. Berbagai negara merayakannya dengan demonstrasi, aksi solidaritas, dan kegiatan lainnya untuk menuntut hak-hak pekerja, termasuk upah yang adil, kondisi kerja yang layak, dan perlindungan sosial.

Baca juga:  Miliaran Rupiah untuk Kenyamanan Ketua DPRD Sarolangun: Saat Instruksi Presiden Diabaikan, Rakyat Ditinggalkan

Pada dekade yang sama dengan kejadian di Chicago, Karl Marx, seorang filsuf dan ekonom yang berpengaruh, telah memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran tentang dunia perburuhan.

Dalam karyanya, “Das Kapital,” Karl Marx menganalisis hubungan antara buruh dan modal. Ia berpendapat bahwa sistem kapitalisme cenderung mengeksploitasi buruh, di mana pekerja tidak mendapatkan imbalan yang setimpal dengan nilai yang mereka hasilkan. Menurut Marx, buruh menjadi komoditas yang dapat dibeli dan dijual, dan mereka terjebak dalam siklus kerja yang tidak adil.

Marx juga menekankan pentingnya kesadaran kelas di kalangan pekerja. Ia percaya bahwa buruh harus bersatu untuk melawan penindasan dan memperjuangkan hak-hak mereka. Pemikiran ini menjadi dasar bagi banyak gerakan buruh di seluruh dunia, yang terus berjuang untuk keadilan sosial dan ekonomi.

Baca juga:  Bungo Ke Depan, Harus Mensejahterakan dan Untuk Semua Golongan

Bicara keadilan, salah satu isu penting yang dihadapi buruh adalah praktik outsourcing. Outsourcing, atau alih daya, sering kali digunakan oleh perusahaan untuk mengurangi biaya tenaga kerja.

Namun, praktik ini sering kali mengakibatkan pekerja kehilangan hak-hak dasar mereka, seperti upah yang layak, jaminan kesehatan, dan perlindungan kerja. Banyak pekerja outsourcing yang tidak mendapatkan perlakuan yang sama dengan pekerja tetap, meskipun mereka melakukan pekerjaan yang sama.

Praktik outsourcing mulai dikenal pada akhir abad ke-20, terutama di Amerika Serikat. Pada tahun 1980-an, banyak perusahaan mulai mencari cara untuk mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi. Mereka mulai mengalihkan fungsi-fungsi non-inti, seperti layanan kebersihan, keamanan, dan administrasi, kepada perusahaan lain.

Baca juga:  Kopdes Merah Putih Jalan Transformasi Ekonomi Desa

Dengan munculnya globalisasi pada tahun 1990-an, outsourcing semakin meluas. Perusahaan-perusahaan mulai memindahkan produksi dan layanan ke negara-negara dengan biaya tenaga kerja yang lebih rendah, seperti China, India, dan negara-negara di Asia Tenggara. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan margin keuntungan.