Inilah wajah klasik politik daerah: pejabat yang lupa bahwa uang publik adalah amanah, bukan harta warisan. Di satu sisi mereka bicara soal penghematan, tapi di sisi lain mereka menghabiskan miliaran rupiah untuk hal-hal yang jauh dari kepentingan rakyat.

Maka, publik harus bicara. Rakyat Sarolangun harus bersuara lantang, bahwa mereka menolak pemborosan atas nama kenyamanan elite. Kalau instruksi Presiden saja diabaikan di tingkat daerah, lalu apa gunanya bicara soal komitmen nasional? Kalau belanja publik terus dihabiskan untuk elite, bagaimana mungkin rakyat percaya pada janji-janji pembangunan?

Ini bukan sekadar soal angka, ini soal wajah moralitas pemerintahan daerah. Dan moralitas itu sedang diuji di Sarolangun, di bawah atap-atap mewah rumah dinas yang dibayar miliaran rupiah oleh rakyat yang semakin muak menonton dari pinggir.

Baca juga:  Di Balik Harga Mahal Sistem Pertahanan: Investasi R&D yang Menentukan Nasib Bangsa

Penulis : Hayatullah Qomainy | Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi (UNJA)