TANYAFAKTA.ID, JAMBI – Komunitas lingkungan Sahabat Alam Jambi menggelar Seminar Sehari bertema “Pemkot Jambi Mendengar”, yang digelar pada Rabu, (14/5/2025) di Griya Mayang, Rumah Dinas Wali Kota Jambi.
Mengangkat topik “Model Kolaborasi Penanganan Banjir,” seminar ini menghadirkan langsung Wali Kota Jambi, Dr. dr. H. Maulana, M.K.M, yang memaparkan langkah-langkah nyata dan strategi besar penanganan banjir di Kota Jambi.
Seminar ini juga menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, mulai dari unsur pemerintah, akademisi, hingga komunitas lingkungan, seperti Prof. Dr. Helmi, S.H., M.H (Rektor Universitas Jambi), David Partonggo Oloan Marpaung S.T., M.P.SDA (Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera VI), Yazzer Arafat, S.T., M.T (Kabid SDA Dinas PUPR Provinsi Jambi), Dr. (Cand) Soni Pratomo, N.T., I.A.I (Ahli Tata Ruang/Akademisi Universitas Adiwangsa Jambi/Ahli Tata Ruang) dan Prof. Dr. Ir. Aswandi, M.Si (Ahli Lingkungan/Akademisi Universitas Jambi).
Para narasumber turut memberikan beragam perspektif yang memperkaya diskusi mengenai penanganan banjir melalui pendekatan kolaboratif dan berkelanjutan.
Wali Kota Jambi dokter Maulana yang juga sebagai Keynote Speaker, turut menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar yang digagas oleh Sahabat Alam Jambi. Ia menilai kegiatan ini sebagai langkah positif dalam membuka ruang dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat, khususnya dalam isu strategis penanganan banjir.
“Saya menyambut baik inisiatif yang dilakukan Sahabat Alam Jambi. Forum seperti ini penting untuk membangun kesalingpahaman, mempertemukan data teknis dengan suara warga, agar penanganan banjir bisa lebih tepat sasaran dan kolaboratif,” ujar Maulana.
Dalam paparannya, Ia menegaskan bahwa banjir bukan lagi masalah teknis semata, melainkan isu yang menuntut kolaborasi, keberanian menata ruang, serta kesadaran ekologis kolektif.
“Saat ini kita tidak bisa bekerja sendiri. Selain bersama-sama komponen masyarakat, kita juga harus memperkuat sinergi dengan semua instansi terkait, baik pusat maupun daerah,” tambah Maulana.
Ia memaparkan secara komprehensif sejumlah langkah konkret saat ini sebagai respons langsung terhadap banjir yang terjadi di Kota Jambi.
Kata Maulana, Pemkot telah membangun koordinasi intensif dengan Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI), Pemerintah Provinsi Jambi, dan Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, khususnya dalam menyelesaikan pekerjaan lintas kewenangan seperti revitalisasi sungai dan kolam retensi.
Selain itu, Pemkot juga menjalankan program normalisasi sungai dan perbaikan drainase sepanjang 28,4 kilometer yang dilakukan dalam program 100 hari kerja, seperti di kawasan Jalan H. Juanda, Kimaja, dan sejumlah area padat penduduk yang menjadi lokasi prioritas.
“Ini bukan janji, tapi aksi. Kita selesaikan satu per satu, terutama di titik-titik genangan kritis,” tegas Maulana.
Wali Kota Jambi itu juga memaparkan strategi besar penanganan banjir Kota Jambi, dari Infrastruktur hingga ketahanan ekologis, yang menjadi arah penanganan banjir jangka menengah dan panjang, sebagaimana tertuang dalam Masterplan Penanganan Banjir Kota Jambi Tahun 2024.
Pertama, menyebarkan Penampung Air Hujan (PAH) di permukiman. PAH akan dibangun di lingkungan warga untuk menggantikan fungsi kanopi dan aquifer tanah yang rusak. Tujuannya untuk menampung air hujan langsung di kawasan pemukiman agar tidak menambah beban saluran utama.
“Banyak kawasan kita yang kehilangan resapan air alami. Maka kita bangun PAH sebagai solusi sederhana namun berdampak besar,” jelasnya.
Kedua, membangun kolam retensi permanen di empat titik. Maulana menyebut, kolam retensi akan dibangun di Lorong Siswa, Lorong Arwah, MTsN Tanjung Sari, dan Lorong Amal. Kolam ini tidak hanya berfungsi teknis, tapi juga dirancang sebagai ruang terbuka hijau.
“Kita ingin kolam retensi ini tak hanya berfungsi teknis, tapi juga jadi paru-paru kota, tempat warga bisa berkumpul dan menikmati ruang hijau,” sebutnya.
Sementara itu, penegakan aturan sempadan sungai dan penertiban bangunan juga menjadi hal penting. Maulana menegaskan komitmennya menertibkan bangunan liar di tepi sungai sesuai Perda RTRW Nomor 5 Tahun 2024.
“Ini bukan soal menggusur, tapi soal menyelamatkan. Kalau kita biarkan bangunan berdiri di tepi sungai, maka kita sedang mengundang bencana,” tegas Maulana.
Maulana juga mengatakan, perlunya mendesain ulang kapasitas sungai sesuai debit banjir Q25. Sungai-sungai Kota Jambi akan direvitalisasi agar mampu menampung debit hujan ekstrem berdasarkan perhitungan Q25.
“Kita tidak bisa terus bermain di debit Q2. Sekali hujan ekstrem, habis semuanya. Maka desain ulang ini sangat penting,” ungkapnya.
Tinggalkan Balasan