Inpres ini menargetkan pembentukan koperasi yang tidak hanya berperan dalam menyediakan sembako murah, layanan kesehatan, dan simpan pinjam, tetapi juga sebagai pusat logistik, pengelola cold storage, hingga penyedia layanan strategis lainnya. Tujuannya sangat jelas: memperkuat swasembada pangan, mempercepat pemerataan ekonomi, dan menjadikan desa sebagai pilar utama pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM (2022), terdapat sekitar 127.000 koperasi yang terdaftar di Indonesia, namun hanya sekitar 50% yang benar-benar aktif dan beroperasi secara efektif. Fakta ini menegaskan pentingnya revitalisasi koperasi melalui pendekatan yang lebih terstruktur dan berkelanjutan, seperti program Koperasi Merah Putih.

Selain koperasi, BUMDes juga menjadi aktor penting dalam pembangunan ekonomi desa yang memerlukan penguatan serupa. Penguatan BUMDes terus dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021, yang memberikan kerangka hukum lebih kuat dalam pendirian, pengelolaan, hingga pengembangan BUMDes. Sebagai badan usaha milik desa, BUMDes diarahkan untuk mengelola potensi lokal secara profesional dan berkontribusi pada peningkatan pendapatan asli desa serta kesejahteraan masyarakat.

Baca juga:  Rektor UIN STS Jambi Serahkan Pagu Definitif Anggaran 2026, Tekankan Sinergi dan Evaluasi Penggunaan Anggaran

Hingga akhir 2022, data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menunjukkan bahwa terdapat 74.691 BUMDes yang terdaftar, namun baru sekitar 7.902 BUMDes atau hanya sekitar 10% yang telah berbadan hukum. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk terus mendorong legalisasi dan penguatan kelembagaan BUMDes di seluruh wilayah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi Statistik Potensi Desa 2024, Indonesia memiliki 84.276 wilayah administratif yang terdiri dari 75.753 desa dan 8.486 kelurahan. Angka ini menunjukkan ruang yang sangat besar untuk membangun ekosistem ekonomi berbasis desa melalui intervensi langsung dan program ekonomi mikro yang inklusif.

Meski secara kelembagaan berbeda, Koperasi Merah Putih dan BUMDes sejatinya dapat bersinergi. Koperasi Merah Putih dapat fokus pada penguatan ekonomi warga melalui akses barang murah dan layanan dasar, sedangkan BUMDes dapat mengelola unit usaha berbasis aset desa, seperti pengelolaan air bersih, wisata desa, pengelolaan pasar, hingga distribusi hasil panen petani. Jika dikoordinasikan secara efektif, keduanya dapat menciptakan ekosistem ekonomi desa yang kuat dan mandiri.

Baca juga:  Normalisasi Mantan Narapidana Korupsi dalam Tim Pemenangan Alharis-Sani: Ancaman Bagi Masa Depan Politik Jambi

Contoh keberhasilan sinergi koperasi dan BUMDes telah terlihat di berbagai daerah. Desa Ponggok di Klaten menunjukkan bagaimana kolaborasi BUMDes dan koperasi dapat mengangkat potensi wisata air dan ekonomi kreatif masyarakat. Di Banyuwangi, koperasi desa dan BUMDes bekerja sama dalam membangun pasar digital untuk memberdayakan petani lokal. Sementara di Provinsi Jambi, program Dumisake mendorong integrasi ekonomi desa melalui kolaborasi antara koperasi dan BUMDes dalam pelayanan sosial-ekonomi masyarakat. Rangkaian keberhasilan ini menjadi bukti bahwa sinergi koperasi dan BUMDes bukan sekadar konsep, melainkan fondasi nyata yang dapat direplikasi dan diperluas untuk memperkuat visi besar bangsa.

Dalam kerangka menuju Indonesia Emas 2045, membangun desa bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keniscayaan. Koperasi Merah Putih dan BUMDes tidak hanya harus dilihat sebagai strategi teknokratis, melainkan diposisikan sebagai dua pilar utama dalam arsitektur ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada kekuatan akar rumput.

Baca juga:  UIN STS Jambi Kirim 15 Atlet ke POMNAS 2025, Siap Harumkan Nama Daerah di Kancah Nasional

Keduanya hadir untuk menjawab kebutuhan nyata masyarakat, memperkuat daya tahan ekonomi nasional dari desa hingga kota, serta menegaskan bahwa pembangunan sejati dimulai dari bawah. Keberhasilan mereka tidak cukup diukur dari jumlah lembaga yang dibentuk, tetapi ditentukan oleh kualitas tata kelola, sinergi lintas sektor, serta komitmen berkelanjutan dari seluruh elemen bangsa. Ketika desa berdiri tegak dengan fondasi ekonomi yang kokoh, Indonesia tidak hanya tumbuh, tetapi benar-benar maju, mandiri, dan berdaulat dari akar hingga pucuknya.

Penulis : Akademisi UIN STS Jambi