TANYAFAKTA.CO – Program “Jambi Bebas Sampah Plastik” kembali mengisi ruang publik Kota Jambi dengan jargon kampanye seperti “Kota Jambi Say No to Plastic Bag” dan “Diet Kantong Plastik.” Semangat ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 61 Tahun 2018 yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan dan toko modern. Tapi setelah lima tahun berlalu, pertanyaan krusial pun muncul: apakah program ini lahir dari komitmen lingkungan yang tulus atau sekadar pencitraan birokratis?
Sayangnya, realitas di lapangan justru menunjukkan bahwa Perwal tersebut lebih bersifat normatif ketimbang transformatif. Implementasinya lemah, pengawasan minim, dan pelaku usaha kecil terutama UMKM sering kali menjadi korban kebijakan. Kantong ramah lingkungan yang dianjurkan pemerintah tidak hanya sulit diakses, tapi juga berharga lebih mahal. Tanpa subsidi atau insentif, para pelaku usaha kecil dihadapkan pada pilihan dilematis : melanggar aturan atau menanggung kerugian.
Isu ini mendapat perhatian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Senin (5/5/2025) antara DPRD Kota Jambi dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua YLKI, Ibnu Khaldun, menyoroti fakta bahwa konsumen dipaksa membeli kantong belanja tanpa alternatif nyata dari pemerintah maupun pelaku usaha.
“Seharusnya tanggung jawab ini tidak dibebankan kepada konsumen. Pemerintah mestinya hadir dengan solusi, bukan hanya aturan,” tegas, Ibnu Khaldun (Ketua YLKI).
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Jambi, Djokas Siburian, menanggapi kritik ini dengan mengakui perlunya evaluasi terhadap Perwal No. 61 Tahun 2018. Ia menyatakan bahwa semangat pengurangan plastik memang patut diapresiasi, namun dalam praktiknya justru menyimpang.
Tinggalkan Balasan