TANYAFAKTA.COPemerintah Kota Jambi, melalui Peraturan Wali Kota Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Pemerintah Kota Jambi, menegaskan komitmennya dalam menata ulang kebijakan perjalanan dinas. Aturan ini secara eksplisit memuat prinsip-prinsip pelaksanaan perjalanan dinas yang berbasis efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan kemampuan keuangan daerah (Pasal 2).

Namun, di balik semangat reformasi administrasi tersebut, publik bertanya-tanya: apakah peraturan ini benar-benar menjadi instrumen efisiensi, atau justru menyimpan ruang kemewahan yang dibungkus formalitas?

Kehadiran aturan ini menarik untuk dianalisis dalam konteks nasional. Presiden melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 telah memerintahkan efisiensi belanja daerah secara masif, termasuk pemangkasan signifikan untuk anggaran perjalanan dinas.

Baca juga:  HMI Korkom UNJA Desak Polda Jambi Tindak Tegas Pelaku Pengeroyokan Kader di PBAK UIN STS Jambi

Dalam instruksi tersebut, perjalanan dinas yang tidak berdampak langsung terhadap pelayanan publik dan pembangunan daerah diminta untuk dikurangi atau ditunda. Bahkan, sejumlah kementerian dan provinsi sudah mengumumkan penghematan anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen.

Namun, di Kota Jambi, Perwal Nomor 2 Tahun 2025 justru memperluas cakupan perjalanan dinas, baik dalam negeri maupun luar negeri (Pasal 4). Perjalanan dinas bisa dilakukan untuk kegiatan rapat, kunjungan kerja, promosi daerah, hingga studi banding dan kegiatan persahabatan (Pasal 6).

Tak hanya untuk wali kota dan pejabat tinggi, perjalanan dinas juga dapat melibatkan istri/suami pejabat, tenaga ahli, pakar, bahkan organisasi mitra (Pasal 5 dan 36). Hal ini menyisakan tanda tanya besar: sejauh mana keberlanjutan dan kebermanfaatan dari seluruh perjalanan yang dibiayai APBD ini?

Baca juga:  Kolaborasi UNJA–PT WKS: Dorong Kurikulum Industri dan Rekrutmen Lulusan

Lebih jauh lagi, terdapat komponen biaya yang dinilai rawan pemborosan jika tidak diawasi secara ketat. Misalnya, pemberian uang representasi, akomodasi hotel kelas tinggi, uang harian lump sum, hingga penggunaan kendaraan sewa dan BBM dengan standar penggantian riil (Pasal 38, 40, dan 42).

Bahkan, ajudan dari pejabat tinggi pun dapat menginap di hotel yang sama, dan jika tidak memungkinkan, mereka diberikan alternatif 30% biaya hotel (Pasal 42 ayat 3 dan 5). Ketentuan ini secara administratif sah, tetapi dalam pandangan publik bisa dianggap tidak sensitif terhadap semangat efisiensi fiskal nasional.

Ironisnya, aturan ini tetap membuka ruang perjalanan dinas ke luar negeri (Pasal 4 ayat 1 huruf a dan Pasal 34-35), meskipun tekanan anggaran dan prioritas pelayanan dasar di daerah sedang menjadi sorotan. Dengan kondisi infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan dasar yang belum merata, perjalanan ke luar negeri berisiko dianggap sebagai simbol kemewahan birokrasi daripada kebutuhan pembangunan.

Baca juga:  Tambang Batu Bara : Segelintir Menikmati, Ratusan Ribu Warga Jambi Menanggung Derita