Selain itu, tak banyak dari mereka yang duduk di lingkaran birokrasi yang dapat menafsirkan maksud kenegarawanan Bung Karno yang lantang menunjukkan ketegasan dalam berpihak, keberanian dalam berbicara dan berkorban untuk rakyat.

Lantas apa yang harus kita refleksikan pada momentum haul Bung Karno yang ke-55 tahun ini?
Pada peringatan besar dibulan Bung Karno ini, kita tidak perlu menghitung seberapa banyak elite politik yang mengantarkan karangan bunga dan membersihkan nisan makam Bung Karno seperti yang dilakukan oleh Wakil Presiden Gibran baru-baru ini.

Sebab pada haul Bung Karno ini, bukan hanya sebagai langkah simbolik ziarah fisik melainkan juga ziarah pemikiran. Pemikiran yang membangkitkan kembali etos kepemimpinan yang berakar pada visi kebangsaan dan keberpihakan kepada kaum marhaen.

Baca juga:  Keliru Soal Akar : Fiskal APBD Bisa Malfungsi

Sekali lagi, kita tidak sedang kekurangan sosok pemimpin. Kita hanya sedang krisis jiwa kenegarawanan. Mata air keteladanan Tak lagi mengaliri sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di setiap nadi para pemimpin saat ini. Jembatan emas yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa ini kelak akan tetap berdiri dengan kokoh apabila semangat dan cita-cita para founding fathers masih hidup dan membara dalam diri kita sebagai arah dan tujuan dalam berbangsa dan bernegara.

Penulis : Ketua DPC GmnI Jambi