Di saat yang sama, pemerintah juga memberikan subsidi energi dan pangan seperti untuk harga BBM dan beras agar tidak terlalu membebani pengeluaran rumah tangga. Di sejumlah daerah, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) juga dilakukan untuk menjaga daya beli para pekerja.
Tak hanya itu, program pembiayaan untuk usaha mikro dan UMKM turut digulirkan untuk mendukung pendapatan masyarakat di sektor informal.
Sementara itu, pengendalian distribusi dan pengawasan stok pangan dilakukan agar harga kebutuhan pokok tetap stabil dan tidak melonjak. Semua kebijakan ini bukan sekadar bentuk bantuan, tapi juga strategi untuk mendorong konsumsi masyarakat agar ekonomi bisa terus tumbuh dari bawah ke atas.
Penguatan konsumsi rumah tangga telah menjadi tulang punggung yang menjaga ekonomi Indonesia tetap kokoh di tengah gejolak global. Di saat banyak negara mengalami perlambatan, Indonesia justru mampu mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi di angka sekitar 5%. Ini bukan semata-mata karena sektor industri besar atau ekspor, melainkan karena aktivitas sehari-hari masyarakat dari yang terus menggerakkan roda ekonomi.
Fakta bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan betapa pentingnya peran masyarakat biasa dalam menghidupi perekonomian nasional. Menariknya, meski konsumsi meningkat, inflasi tetap terkendali. Bahkan, pada Februari 2025 sempat terjadi deflasi ringan. Ini membuktikan bahwa dengan pengelolaan kebijakan yang tepat seperti operasi pasar dan pengawasan harga, konsumsi dapat ditingkatkan tanpa menimbulkan lonjakan harga yang membebani rakyat.
Kebijakan pemerintah yang menyasar langsung ke rumah tangga lewat bantuan sosial, subsidi pangan, dan penguatan sektor informal, mampu menjaga sirkulasi uang tetap hidup, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Ketika keluarga-keluarga dengan penghasilan terbatas masih bisa berbelanja, maka roda ekonomi di tingkat bawah tetap berputar. Transaksi kecil yang tampak sepele inilah yang justru menjaga aktivitas ekonomi tetap berjalan.
Meski penguatan konsumsi rumah tangga terbukti mampu menjaga pertumbuhan ekonomi, sejumlah tantangan dan risiko tetap perlu diwaspadai. Salah satu yang paling krusial adalah masalah ketepatan sasaran dalam penyaluran bantuan sosial. Masih ditemukan kasus di mana bantuan tidak sepenuhnya menjangkau kelompok yang benar-benar membutuhkan, sehingga efektivitas kebijakan dalam mendorong daya beli menjadi kurang optimal. Selain itu, meskipun inflasi relatif terkendali, tekanan harga pangan sempat muncul terutama di awal dan akhir tahun, yang bisa menggerus daya beli masyarakat berpenghasilan rendah jika tidak diantisipasi dengan cepat.
Di balik upaya menjaga daya beli masyarakat melalui subsidi dan bantuan langsung, ada tantangan besar yang tak bisa diabaikan yakni keterbatasan anggaran negara. Pemerintah tentu ingin semua warga bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.
Namun, menyediakan subsidi untuk BBM, listrik, pangan, dan bantuan tunai secara terus-menerus membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk itu pemerintah perlu menyusun strategi yang lebih berkelanjutan. Bantuan harus makin tepat sasaran, agar benar-benar sampai ke tangan mereka yang paling membutuhkan.
Kedepan penting bagi pemerintah mengarahkan sebagian anggaran ke program-program yang bersifat produktif, seperti pelatihan kerja, bantuan modal usaha kecil, atau pemberdayaan ekonomi lokal. Bukan hanya memberi, tapi juga memberdayakan.
Daya beli masyarakat adalah nadi dari perputaran ekonomi. Namun menjaga daya beli tak hanya soal bantuan, tapi juga soal memperkuat penghasilan. Kenaikan upah minimum, dukungan untuk UMKM, serta pembukaan lapangan kerja yang layak menjadi langkah penting.
Di saat yang sama, literasi keuangan harus diperkuat agar masyarakat mampu mengelola penghasilannya dengan bijak. Dengan begitu, konsumsi bukan hanya bertahan, tapi tumbuh dari akar yang kuat dan ekonomi pun bergerak dari rumah ke rumah. Ketika konsumsi tumbuh dari masyarakat yang berdaya, maka pertumbuhan ekonomi pun tidak hanya berlangsung, tetapi juga merata dan berkelanjutan. Karena sejatinya, ekonomi yang kuat adalah ekonomi yang hidup di tangan rakyatnya.
Penulis : Mahasiswa S2 Program Magister Pendidikan Ekonomi UNJ


Tinggalkan Balasan