TANYAFAKTA.CO, JAMBI – Pembangunan Islamic Center Provinsi Jambi yang menelan anggaran sebesar Rp150 miliar melalui skema multiyears (tahun jamak) APBD 2022–2024, masih terus menjadi sorotan publik.
Hal ini menyusul hasil Probity Audit yang dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Jambi, yang mengindikasikan adanya dugaan kuat tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut.
Iin Habibi, pengamat kebijakan publik menyatakan bahwa hasil audit mengungkap sejumlah catatan kritis terkait penyimpangan prosedural dan indikasi pelanggaran hukum dalam pelaksanaan proyek. Setidaknya terdapat tiga poin utama yang menjadi sorotan.
1. Adendum Kontrak Tidak Sesuai Prosedur
Audit menemukan bahwa terdapat empat kali adendum kontrak dalam proyek pembangunan Islamic Center. Namun, seluruh adendum tersebut tidak disertai Surat Perintah Perubahan Pekerjaan (SPPP) secara tertulis dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada penyedia jasa, sebagaimana diwajibkan dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak angka 35.
Sebagai contoh, Adendum ke-4 (Nomor: ADD.04/640/002/DPUPR-6/PPK/IS/II/2024 tertanggal 19 Februari 2024) merupakan permintaan dari penyedia jasa PT Karya Bangun Mandiri Persada KSO PT Bumi Delta Hatten berdasarkan hasil kajian teknis lapangan. Namun, tidak ditemukan dokumen resmi berupa SPPP dari PPK sebagaimana mestinya.
“Hal ini jelas melanggar ketentuan kontrak yang mengatur bahwa perubahan pekerjaan harus diperintahkan secara tertulis oleh PPK kepada penyedia sebagaimana termaktub dalam Huruf B.4 ” ujar Iin Habibi dalam keterangan tertulisnya kepada TanyaFakta.co, Jum’at, (27/6/2025).
2. Kekurangan Volume Pekerjaan
Audit juga menemukan adanya kekurangan volume dalam pelaksanaan pekerjaan proyek. Kondisi ini dapat mengindikasikan terjadinya penurunan spesifikasi teknis secara tidak sah atau bahkan dugaan manipulasi laporan (fraud).
Menurut Iin, kekurangan volume pekerjaan dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam survei teknis awal, kelalaian pelaksana atau pengawas proyek, pengurangan spesifikasi tanpa persetujuan resmi, dan atau unsur kesengajaan untuk keuntungan tertentu.
“Dampaknya bukan hanya kerugian keuangan negara, tetapi juga penurunan kualitas bangunan dan risiko hukum yang besar, serta hilangnya kepercayaan publik terhadap proyek pemerintah,” tambahnya.
3. Harga Satuan Pekerjaan Tidak Sesuai Permen PUPR No. 8 Tahun 2023
Iin Habibi juga menyoroti ketidaksesuaian Harga Satuan Pekerjaan (HSP) dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 8 Tahun 2023 tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP).


Tinggalkan Balasan