“Bila merujuk pada dokumen kontrak dan RAB, terdapat indikasi kuat terjadinya mark up harga satuan pekerjaan yang sangat jelas melanggar hukum,” tegasnya.
Permen PUPR tersebut seharusnya menjadi acuan wajib dalam penyusunan HPS dan RAB pada proyek konstruksi pemerintah.
Jika ketiga temuan di atas yaitu pelanggaran adendum, kekurangan volume, dan mark up harga satuan, dilakukan secara sengaja atau dengan kolusi, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda apabila terbukti merugikan keuangan negara.
“Atas dasar temuan tersebut, saya menilai sudah saatnya Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK untuk segera melakukan penyelidikan mendalam,” tegas Iin Habibi.
Menurutnya, tidak boleh ada toleransi terhadap penyimpangan anggaran yang berpotensi merugikan rakyat, apalagi dilakukan dalam proyek besar yang menggunakan uang publik dalam jumlah besar. (*)


Tinggalkan Balasan