Oleh : Moch. Idris
TANYAFAKTA.CO – Hari ini kita mencoba kembali mengulas perspektif umum tentang kecenderungan menyalahkan pemerintah secara terus-menerus, meskipun upaya dan capaian telah dilakukan.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan yang berjalan diatas roda pemerintahan, kita sering menyaksikan sebuah fenomena yang tak ada habisnya:
“Provokatif, ngedumel” atau keluh kesah yang tiada henti, di mana pemerintah selalu menjadi sasaran utama. Seolah-olah, apa pun kebijakan atau tindakan yang diambil, selalu ada celah untuk kritik, bahkan ketika niat baik dan hasil positif telah terlihat.
Pertanyaan besarnya adalah, mengapa kecenderungan ini begitu kuat mengakar dalam benak “masyarakat” kita?
Salah satu faktor yang tak bisa dimungkiri adalah tingginya ekspektasi masyarakat terhadap pemerintah. Dalam alam demokrasi, pemerintah memang memegang mandat besar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, terkadang ekspektasi ini melampaui batas realistis, seolah-olah pemerintah memiliki tongkat ajaib yang mampu menyelesaikan segala persoalan dalam sekejap. Ketika hasil tidak sesuai dengan bayangan ideal, kekecewaan pun muncul, dan ujungnya adalah jari telunjuk yang mengarah pada penguasa.
Di sisi lain, kurangnya pemahaman akan kompleksitas masalah juga turut andil. Mengelola sebuah pemerintahan dengan beragam tantangan, mulai dari ekonomi, sosial, hingga politik, bukanlah perkara mudah. Setiap kebijakan memiliki konsekuensi, dan tidak semua dapat memuaskan semua pihak. Namun, seringkali masyarakat hanya melihat dari sudut pandang kepentingan pribadi atau kelompok, tanpa mencoba memahami keseluruhan gambaran dan dilema yang dihadapi para pengambil keputusan.
Tidak bisa dipungkiri pula bahwa peran media massa dan media sosial turut memperkuat narasi ini. Berita negatif atau kritik terhadap pemerintah seringkali lebih menarik perhatian dan viral. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana kritik menjadi lebih dominan daripada apresiasi, bahkan terhadap capaian yang patut dibanggakan.
Opini publik pun perlahan-lahan terbentuk hingga terkesan provokatif, seolah-olah pemerintah selalu salah, atau setidaknya, tidak pernah cukup baik.
Tinggalkan Balasan