Oleh : Dr. Nuraida Fitri Habi, S.Ag, M.Ag
TANYAFAKTA.CO – Syukur patut dilayangkan kepada Titi Anggraini dan kawan – kawan dari Perludem. Berkat gugatan uji materiilnya yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), kegalauan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pasca-Pilkada usai kini menemukan titik terang.
Selama ini, eksistensi KPU dan Bawaslu kerap dinilai mubazir begitu tahapan pemilihan rampung. Kegiatan mereka sebatas monitoring, evaluasi, atau inisiatif personal seperti mendatangi sekolah untuk mengedukasi pemilu. Namun, putusan MK yang memisahkan Pemilu nasional dan daerah ini bagaikan angin segar, bagi eksistensi lembaga penyelenggara.
Keputusan MK yang mengusulkan jarak pelaksanaan pemilu nasional dan daerah dipisah paling lama 2 tahun 6 bulan merupakan terobosan krusial. Pemisahan ini tidak hanya berdampak pada efisiensi kerja penyelenggara pemilu, tetapi juga pada kualitas demokrasi itu sendiri.
Sebelumnya, penyelenggaraan pemilu serentak dengan skenario “lima kotak” membebani KPU dan Bawaslu dengan kompleksitas dan volume kerja yang luar biasa. Tahapan yang berdekatan membuat mereka kesulitan melakukan evaluasi mendalam dan persiapan yang matang untuk kontestasi berikutnya.
Dengan adanya jeda waktu, KPU dan Bawaslu memiliki ruang untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme, merumuskan regulasi yang lebih jelas, dan melakukan sosialisasi yang lebih efektif. Ini juga akan meringankan beban kerja, yang pada akhirnya dapat menjadi evaluasi positif terhadap partisipasi pemilih yang mungkin sebelumnya minim karena kejenuhan.
Pemisahan pemilu ini membawa dampak positif yang signifikan bagi berbagai elemen demokrasi. Bagi penyelenggara pemilu, beban kerja yang ekstrem seperti pada Pemilu 2019, yang bahkan menyebabkan banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sakit atau meninggal dunia, dapat diminimalisir.
Studi oleh Hadar Nafis Gumay (2021) menunjukkan bahwa pemilu serentak menimbulkan “beban kerumitan dan kompleksitas yang berpengaruh kepada waktu dan kompleksitas manajemen pemilu,” serta “kerumitan yang dihadapi oleh pemilih akibat terlalu banyaknya surat suara.” Pemisahan ini akan memungkinkan perencanaan logistik dan sumber daya manusia yang lebih matang, meningkatkan akurasi data, dan mengurangi potensi kesalahan teknis yang sering terjadi akibat tekanan waktu.
Seperti yang diungkapkan dalam Jurnal Konstitusi (2021), “Seharusnya perlu dilakukan kajian ulang terkait model pemilu untuk kedepannya” dan “pelaksanaan pemilu serentak ini malah memperlemah posisi presiden terhadap harmonisasi pemerintahan serta agenda pembangunan.”
Tinggalkan Balasan