Bagi pemilih, jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah akan memberikan kesempatan lebih luas untuk mencerna informasi. Masyarakat yang sebelumnya mengalami kejenuhan akibat kontestasi politik yang berdekatan, kini memiliki kesempatan lebih untuk mengenali calon secara lebih mendalam, karena isu daerah tidak lagi tenggelam oleh isu nasional.
Ini memungkinkan pemilih untuk lebih fokus pada visi, misi, dan rekam jejak calon kepala daerah serta anggota legislatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat turut menggarisbawahi bagaimana pemilu yang berdekatan membuat masyarakat punya waktu sempit menilai kinerja pemerintahan dan berimplikasi pada stabilitas partai politik.
Bagi partai politik, putusan ini juga membawa angin segar. Pemisahan pemilu memungkinkan partai memiliki waktu cukup untuk menyiapkan kader yang kompeten dan merekrut calon anggota legislatif di tiga level sekaligus, yang sebelumnya membuka lebar peluang rekrutmen berbasis transaksional. Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilan Sejahtera Mulyanto bahkan mengatakan putusan MK ini meringankan beban partai untuk berkontestasi, memungkinkan mereka lebih fokus membekali calon dengan penuh kesiapan.
Dampak positifnya juga dirasakan oleh pemilih dan penyelenggara, memungkinkan mereka untuk lebih fokus dan menghindari kejenuhan. Jeda yang lebih panjang akan mendorong partai untuk membangun strategi yang lebih berkelanjutan, bukan sekadar respons jangka pendek terhadap jadwal pemilu yang padat.
Meskipun putusan MK ini disambut baik, tantangan besar menanti. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum membahas revisi Undang-Undang Pemilu dan undang-undang terkait lainnya, bahkan revisi UU Pemilu baru masuk Prolegnas 2026. Kecepatan pembahasan ini menjadi kunci. KPU dan Bawaslu, sebagai pihak yang paling merasakan dampak langsung dari putusan ini, harus mengambil peran proaktif dalam mengawal proses legislasi.
Mereka bisa memberikan rekomendasi teknis, mengedukasi publik dan pemangku kepentingan, serta berkolaborasi dengan akademisi dan organisasi masyarakat sipil untuk memperkuat desakan kepada pembuat undang-undang. Kegalauan yang sempat menyelimuti jajaran penyelenggara pemilu kini bisa diubah menjadi optimisme dan semangat untuk menata masa depan demokrasi Indonesia yang lebih berkualitas.
Titi Anggraini dari Perludem dan kawan – kawan telah membuka jalan. Kini saatnya KPU dan Bawaslu, dengan dukungan semua pihak, memastikan jalan itu dilewati dengan cermat dan tepat.
Penulis merupakan Koordinator Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Provinsi Jambi dan Dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi


Tinggalkan Balasan