Secara spasial, kebijakan pembangunan Provinsi Jambi dibagi ke dalam lima kategori kawasan utama. Pertama, Kawasan Pertumbuhan mencakup lima wilayah yang ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan permukiman, yakni Kawasan Perkotaan Jambi, Kawasan Pariwisata Unggulan Candi Muarojambi, Perkotaan Bangko, Perkotaan Sungai Penuh, dan Perkotaan Muara Bungo. Wilayah-wilayah ini menjadi episentrum pengembangan infrastruktur, jasa, perdagangan, dan pariwisata.

Kedua, Kawasan Komoditas Unggulan diarahkan untuk memperkuat sektor-sektor basis, terutama kelapa sawit dan karet, yang merupakan komoditas unggulan Provinsi Jambi. Kawasan Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur difokuskan sebagai sentra produksi kelapa sawit, sedangkan kawasan Cekungan Batanghari yang meliputi Kabupaten Muaro Jambi, Bungo, Tebo, Merangin, dan Batanghari diarahkan sebagai wilayah produksi kelapa sawit sekaligus karet (BPS Provinsi Jambi, 2023).

Ketiga, Kawasan Swasembada Pangan, Air, dan Energi ditetapkan berdasarkan kapasitas wilayah dalam mendukung ketahanan sumber daya strategis. Kawasan ini mencakup Tanjung Jabung sebagai lumbung pangan, serta Cekungan Batanghari sebagai kawasan strategis untuk ketahanan air dan energi. Di samping itu, wilayah Bukit Barisan Tengah yang meliputi Kabupaten Kerinci, Merangin, dan Kota Sungai Penuh diarahkan untuk mendukung ketahanan secara terpadu di sektor pangan, air, dan energi (Pusat Litbang Pembangunan Kawasan, 2022).

Baca juga:  Miliaran Rupiah untuk Kenyamanan Ketua DPRD Sarolangun: Saat Instruksi Presiden Diabaikan, Rakyat Ditinggalkan

Keempat, Kawasan Konservasi dan Rawan Bencana mencakup wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi sekaligus kerentanan terhadap bencana. Wilayah ini meliputi Taman Nasional Bukit Duabelas, Bukit Tigapuluh, Berbak–Sembilang, dan Kerinci, Seblat. Penetapan kawasan ini menekankan pentingnya perlindungan lingkungan hidup serta penguatan kapasitas mitigasi risiko bencana dalam konteks perubahan iklim (KLHK, 2022).

Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jambi sebagaimana dimaksud dapat dianalisis melalui pendekatan teori perencanaan wilayah kontemporer. Dalam kajian regional development terbaru, perencanaan berbasis keunggulan spasial dan potensi lokal dinilai efektif dalam mengurangi kesenjangan antarwilayah dan mendorong pertumbuhan yang inklusif (Barca, McCann, & Rodríguez-Pose, 2012).

Prinsip utama dalam pendekatan ini adalah penguatan kapasitas lokal, koordinasi multi-level governance, dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan.

Dari perspektif kebijakan publik, pendekatan adaptif dan berbasis bukti (evidence-based and adaptive policymaking) sebagaimana dikembangkan oleh Cairney et al. (2019) menjadi relevan.

Pendekatan ini menggabungkan arah strategis jangka panjang dengan fleksibilitas implementasi yang responsif terhadap dinamika sosial-ekonomi lokal. Kebijakan spasial Provinsi Jambi menunjukkan konsistensi dengan pendekatan ini melalui penetapan wilayah prioritas yang didasarkan pada karakteristik ekologis, ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda, sambil tetap mengacu pada kerangka pembangunan nasional.

Baca juga:  Pentingnya Pendidikan dan Latihan di Sektor Pariwisata

Sementara itu, dari perspektif nasional, pendekatan pembangunan berbasis wilayah telah menjadi salah satu strategi utama dalam RPJMN 2020–2024, yang menekankan pentingnya mendorong pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa serta meningkatkan konektivitas antarwilayah (Kementerian PPN/Bappenas, 2020).

Pendekatan ini mendukung peningkatan daya saing daerah dan pemerataan pembangunan sebagai upaya menjawab ketimpangan struktural yang masih menjadi tantangan utama pembangunan nasional.

Dengan arah kebijakan yang berpijak pada keunggulan wilayah, keberlanjutan sumber daya, serta integrasi lintas sektor, Provinsi Jambi Diproyeksikan Memainkan Peran Kunci dalam mendukung agenda pembangunan nasional menuju transformasi hijau dan ketahanan energi. Penetapan kawasan pertumbuhan, komoditas unggulan, swasembada pangan,air,energi, serta konservasi menunjukkan adanya pendekatan terstruktur yang memadukan potensi lokal dan visi makro.

Ke-depan, implementasi kebijakan ini membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya berlangsung secara efisien, tetapi juga adil dan berkelanjutan. Dengan landasan kebijakan yang kuat dan perencanaan berbasis spasial yang komprehensif, Provinsi Jambi Memiliki Peluang Besar Untuk Tampil Sebagai Model Pembangunan Wilayah Yang Progresif Di Tengah Dinamika Nasional Dan Global.

Baca juga:  Batubara vs Budaya: Candi Muarojambi dalam Pusaran Kepentingan Ekonomi dan Pelestarian Warisan 

Jambi Menuju 2026: Arah Kebijakan dan Harapan

Di bawah visi ” MANTAP, BERDAYA SAING dan BERKELANJUTAN 2025-2029 ” yang dicanangkan oleh Gubernur Dr. H. Al Haris, terdapat arah yang sejalan dengan prinsip-prinsip MLG: pembangunan partisipatif, pelayanan publik berkualitas, dan kolaborasi antar daerah. Inisiatif seperti integrasi data antar instansi, digitalisasi pelayanan, serta pengembangan kawasan strategis lintas kabupaten menunjukkan benih-benih MLG yang mulai tumbuh.

Namun untuk menjadikan MLG sebagai kerangka utama pembangunan 2026, Jambi perlu membuat roadmap implementasi yang terukur dan berkelanjutan. Ini termasuk pelatihan lintas aktor, pembentukan forum koordinasi lintas level secara periodik, dan dukungan regulasi yang memastikan semua tingkatan pemerintahan bekerja secara harmonis.

Multi-Level Governance bukan hanya perubahan struktur, tetapi juga paradigma. Dari pola “pemerintah mengatur” ke pola “pemerintahan yang terbuka dan kolaboratif”. Dalam kerangka ini, Jambi bisa menjadi pelopor tata kelola inovatif di Sumatera, bahkan Indonesia. Tahun 2026 harus menjadi batu loncatan menuju tata kelola yang lebih demokratis, efisien, dan inklusif—demi terwujudnya Provinsi Jambi yang benar-benar MANTAP.

Penulis : Dosen Universitas Muhammadiyah. Jambi & Sekretaris PUSDIKLAT LAM Provinsi Jambi