“Warga tidak tahu karena memang sejak awal tidak dilibatkan. Ini bukan soal pergantian RT, ini karena tidak ada sosialisasi yang layak,” ujarnya.

Walhi juga menyampaikan empat tuntutan utama:

1. Mencabut izin kesesuaian tata ruang PT SAS.

2. Melakukan audit ulang terhadap proses Amdal.

3. Memastikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

4. Mengutamakan keselamatan rakyat dan keadilan tata ruang.

“Ini bukan hanya soal batu bara, ini soal hak dasar rakyat untuk hidup di ruang yang sehat dan aman,” tegas Oscar.

Pihak PT SAS Klarifikasi dan Ajak Dialog

Sementara itu, Humas PT SAS, Ibnu Ziyadi, membantah tudingan warga terkait penimbunan rawa dan menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan tiga kali sosialisasi, namun terjadi perubahan kepemimpinan RT.

Baca juga:  Stokpile Batubara dalam Zona Pertanian, Ancaman Ketahanan Pangan Presiden Prabowo di Jambi

“Beberapa hari sebelum aksi kami sudah bertemu warga, menjelaskan konsep pembangunan PT SAS. Karena ada pergantian Ketua RT, kami maklumi dan agendakan kembali sosialisasi agar masyarakat memahami secara menyeluruh,” ujarnya.

Ibnu menegaskan, pihaknya tidak menimbun rawa, melainkan berencana membangun embung penampung air untuk mengurangi risiko banjir.

“Kami akan jadikan embung agar dapat menampung air dan mengurangi risiko banjir,” jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa seluruh kegiatan PT SAS telah didasarkan pada perizinan yang berlaku, termasuk PKKPR dari Kementerian ATR/BPN, serta tambang mereka berada di Kabupaten Sarolangun, jauh dari lokasi stockpile.

“Semua kegiatan kami sudah sesuai dengan perizinan dan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.

Baca juga:  Anggota DPRD Jambi Tinjau Lokasi Persawahan di Kelurahan Olak Kemang

PT SAS berharap agar masyarakat memberikan ruang dialog untuk menyelesaikan persoalan secara damai dan saling menguntungkan.

Sumber : IMcNews.id