UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan (2): Menjamin hak setiap warga negara atas pendidikan.

UU No. 20 Tahun 2003: Menyebutkan hak pendidikan bermutu bagi semua warga negara.

Permendikbud No. 10 Tahun 2020: Menyatakan bahwa penerima beasiswa adalah mahasiswa kurang mampu dan berprestasi, tanpa syarat kampus elite.

UU No. 23 Tahun 2014 dan Permendagri No. 86 Tahun 2017: Memerintahkan pemerintah daerah mendukung pendidikan berbasis potensi lokal.

“Kalau hanya dari 20 perguruan tinggi terbaik yang boleh menerima beasiswa, lalu apakah kampus lokal di Taput tidak dianggap baik? Padahal UUD 1945 tidak berbunyi ‘mencerdaskan 20 kampus terbaik’, tetapi mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata ungkapnya.

Baca juga:  Mahasiswa FKIK Universitas Jambi Sabet Juara Pertama di Kompetisi Riset Kesehatan Nasional

Aktivis: Kampus Lokal adalah Mitra Pembangunan

Kemudian, Presiden Mahasiswa IAKN Tarutung, Yosef, menilai bahwa keputusan ini lemah secara moral dan strategi pembangunan daerah. Ia menegaskan, pembangunan SDM Taput harus dimulai dari dalam, bukan dengan mengabaikan institusi pendidikan di wilayah sendiri.

“Kampus lokal bukan beban pembangunan, tapi mitra strategis. Mengabaikan mereka berarti membatasi masa depan Taput sendiri,” ujar Yosef.

Aktivis mahasiswa ini juga menyoroti fakta bahwa tidak semua masyarakat Taput mampu menyekolahkan anak mereka ke luar daerah. Oleh karena itu, kampus lokal menjadi pilihan realistis dan strategis.

Mereka mendesak agar Pemerintah Kabupaten Taput segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan beasiswa tersebut dan memberikan afirmasi yang adil kepada kampus lokal sebagai bagian dari pembangunan daerah berkelanjutan. (*)

Baca juga:  Mahasiswi UNJA Terpilih Jadi Duta Persada Nusantara 2025, Harumkan Nama Jambi