Secara keseluruhan, untuk memastikan keadilan bagi masyarakat Lubuk Mandarsyah dan menegakkan prinsip-prinsip keberlanjutan yang sejati, beberapa langkah konkret harus diambil. Pertama, FSC harus menunda atau menghentikan sepenuhnya proses Remedy Framework hingga semua pelanggaran hak-hak masyarakat diselesaikan secara adil dan komprehensif, memastikan tidak ada lagi intimidasi, penggusuran lahan, dan pengabaian hak-hak masyarakat adat dan lokal, mengingat kasus serupa di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa penyelesaian konflik yang tergesa-gesa tanpa memperhatikan akar masalah hanya akan menunda konflik baru (Schlosberg, 2007).
Kedua, perusahaan harus bertanggung jawab penuh atas kerugian yang dialami masyarakat, termasuk ganti rugi yang adil dan pemulihan mata pencarian, sejalan dengan konsep tanggung jawab sosial korporasi (Carroll, 1991) yang menekankan perlunya perusahaan untuk tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga beroperasi secara etis dan berkontribusi positif bagi masyarakat; prinsip “free, prior, and informed consent” (FPIC) yang diakui secara internasional juga harus diterapkan secara ketat dalam setiap pengambilan keputusan yang melibatkan lahan dan sumber daya masyarakat adat (UN, 2007).
Ketiga, pemerintah harus mengambil peran proaktif dalam memediasi konflik, memastikan penegakan hukum yang adil, dan melindungi hak-hak masyarakat, termasuk meninjau ulang konsesi lahan dan memastikan bahwa proses perizinan dilakukan dengan partisipasi penuh dari masyarakat lokal; revisi Undang-Undang Pokok Agraria dan pembentukan bank tanah dapat menjadi langkah strategis untuk menata kembali tata kelola agraria yang lebih berpihak pada rakyat (Safitri, 2011).
Keempat, mekanisme penyelesaian konflik yang independen dan partisipatif harus dibentuk, di mana suara dan perspektif masyarakat didengarkan dan dipertimbangkan secara setara, penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan mencegah konflik serupa di masa depan.
Terakhir, seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga sertifikasi, perusahaan, pemerintah, dan masyarakat sipil, harus bekerja sama untuk membangun sistem tata kelola hutan yang lebih adil dan transparan, yang menghormati hak-hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Kasus Lubuk Mandarsyah adalah pengingat penting bahwa proses perbaikan tanpa penyelesaian masalah yang fundamental hanya akan menjadi kosmetik.
FSC harus membuktikan kredibilitasnya sebagai lembaga sertifikasi yang menjunjung tinggi prinsip-prinsipnya, bukan sekadar fasilitator bagi perusahaan untuk membersihkan citra mereka. Keadilan bagi masyarakat Lubuk Mandarsyah adalah keadilan bagi kita semua, dan pembelaan hak-hak mereka adalah fondasi bagi pembangunan yang benar-benar berkelanjutan dan berkeadilan.
Daftar Pustaka
Carroll, A. B. (1991). The pyramid of corporate social responsibility: Toward the moral management of organizational stakeholders. Business Horizons, 34(4), 39-48.
Collier, P. (2007). The Bottom Billion: Why the Poorest Countries Are Failing and What Can Be Done About It. Oxford University Press.
Komnas HAM. (2023). Laporan Tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Li, T. M. (2014). Land’s End: Capitalist Relations on an Indigenous Frontier. Duke University Press.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018 tentang Pelaksanaan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat.
Safitri, M. (2011). Menata Ulang Kebijakan Agraria: Sebuah Refleksi Kritis. Insist Press.
Schlosberg, D. (2007). Defining Environmental Justice: Theories, Movements, and Nature. Oxford University Press.
Scott, J. C. (1976). The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia. Yale University Press.
United Nations. (2007). United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples. United Nations Department of Economic and Social Affairs.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Tinggalkan Balasan