Dari tanah Borneo, Dwi Putra selaku Ketua DPW SPI Kalimantan Selatan menyampaikan bahwa petani di daerahnya semakin terpinggirkan dengan berbagai polemik baik dari pemerintah maupun korporasi.
“Ada satu desa di Kabupaten Balangan itu hilang karena ada ekspansi pertambangan. Ini contoh yang sangat menyedihkan,” ujarnya.
Tidak hanya itu, konflik masih terus berlangsung hingga sekarang. Terdapat tiga desa transmigrasi yang sedang mengalami konflik dengan korporasi. Kriminalisasi dan tuduhan terus dilayangkan kepada petani di sana.
Sejalan dengan itu, Mustamin dari Sulawesi Tenggara menyampaikan harapannya untuk forum ini. “Apa yang terjadi di Sulawesi Tenggara sangat menyedihkan. Untuk itu, semoga forum ini bisa menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi dan juga menularkan semangat juang untuk kita semua,” pungkasnya.
Pertemuan ini turut diisi dengan dialog bersama petani transmigran dari beberapa daerah di Jambi, seperti Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur. Pada kesempatan ini juga turut diserahkan data petani transmigran untuk dikaji dan ditindaklanjuti bersama di SPI.
Untuk pertama kalinya, Kongres SPI menghasilkan sebuah dokumen mengenai petani transmigran. Hal ini menjadi penanda seriusnya SPI dalam memperjuangkan isu ini, memperjuangkan reforma agraria di tanah – tanah transmigrasi.
Agenda penutupan rangkaian Kongres V SPI ini dilanjutkan dengan penanaman jagung dan pemanenan sayur pare di Kawasan Daulat Pangan Tanjung Jabung Timur.
Sebagai penyempurna sekaligus langkah awal periode kepengurusan, juga dilaksanakan kunjungan ke Kampung Reforma Agraria Tanjung Jabung Timur. Para delegasi melaksanakan kunjungan sekaligus panen nanas yang menjadi salah satu hasil tani utama Kampung Reforma Agraria tersebut. (*)


Tinggalkan Balasan