Oleh: Yulfi Alfikri Noer S. IP., M. APĀ 

TANYAFAKTA.CO, JAMBI – Transformasi digital bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi daerah yang ingin menjaga daya saing di tengah perubahan ekonomi global. Di Provinsi Jambi, momentum itu mulai diwujudkan melalui berbagai inisiatif yang menggabungkan literasi, inklusi, dan inovasi sebagai fondasi ekonomi baru.

Gentala Arasi (Gebyar Ekonomi Digital dan Literasi Jambi) bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan strategi visioner yang dirancang oleh Bank Indonesia Provinsi Jambi sejak 2023 untuk menyiapkan fondasi masa depan ekonomi daerah. Sebagai Regional High Level Event (RHLE), kegiatan ini menjadi wadah akselerasi transformasi digital yang menghubungkan inovasi, literasi, dan inklusi keuangan dalam satu ruang yang sama. Tujuannya bukan hanya meningkatkan awareness masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan digital, tetapi juga membangun ekosistem yang adaptif, kolaboratif, dan berdaya saing.

Baca juga:  Konsumsi Menggerakkan Negeri

Di tengah arus perubahan global, Gentala Arasi berperan sebagai katalis agar Jambi tidak sekadar menjadi konsumen perkembangan digital, tetapi turut menciptakan inovasi yang relevan dengan kebutuhan lokal. Dengan pendekatan yang holistik menggabungkan edukasi, partisipasi publik, serta dukungan sektor swasta dan pemerintah, event ini menegaskan bahwa literasi digital dan keuangan adalah kunci utama bagi masyarakat Jambi untuk masuk dalam arus besar ekonomi modern yang inklusif dan berkelanjutan.

Gentala Arasi muncul pada momentum ketika transformasi digital bukan lagi sekadar jargon: ia menjadi kebutuhan dasar bagi daya saing ekonomi daerah. Di Provinsi Jambi, landasan potensi itu tampak dari dua sisi yang saling terkait, jumlah pelaku usaha yang besar dan laju adopsi instrumen digital yang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Rekap data UMKM yang tersedia dari instansi daerah dan portal data nasional menunjukkan bahwa basis usaha mikro, kecil, dan menengah di Jambi masih sangat luas (rekap data UMKM provinsi tersedia di portal data pemerintah yang terintegrasi). Ini menandakan peluang besar, setiap persentase kecil peningkatan adopsi digital berarti penyerapan pasar lebih luas dan nilai transaksi yang signifikan untuk perekonomian daerah. (https://data.go.id/dataset/dataset/rekapitulasi-data-umkm-provinsi-jambi).

Baca juga:  Batubara Jambi : Wajah Telanjang Mafia Tambang dari IUP, Reklamasi hingga Royalti

Di sisi adopsi alat pembayaran digital, indikator QRIS menjadi sinyal paling nyata. Laporan Bank Indonesia (yang dipublikasikan melalui media nasional) mencatat lonjakan signifikan jumlah merchant QRIS di Jambi pada 2024, mencapai ratusan ribu merchant dan ratusan ribu pengguna aktif pada triwulan 2024, sebuah jelasnya bukti bahwa infrastruktur pembayaran digital telah meluas ke banyak titik usaha. Angka-angka ini menegaskan bahwa pembayaran non-tunai bukan lagi fenomena eksperimental, melainkan bagian dari praktik sehari-hari banyak pelaku usaha di Jambi. (https://www.antaranews.com).

Detail yang lebih granular menunjukkan dinamika pemain perbankan: misalnya laporan kantor BRI menyatakan bahwa hingga 28 Februari 2025 terdapat sekitar 16.778 pengguna QRIS BRI di Jambi dengan puluhan ribu transaksi selama periode yang dilaporkan. Angka ini memberi gambaran bahwa adopsi QRIS tidak hanya berskala besar (menurut agregat BI), tetapi juga terdistribusi di level cabang-bank dan merchant lokal. Namun penting dicatat: angka pengguna QRIS per bank ini hanya merepresentasikan bagian dari keseluruhan ekosistem — banyak merchant menggunakan QRIS dari penyedia lain atau e-wallet yang tidak selalu tercatat dalam satu sumber tunggal. (https://www.jambione.com).

Baca juga:  Pilkada Jambi 2024 : Tantangan Demokrasi Tanpa intrik dan Dinamika Politik Yang Memanas