Adopsi digital UMKM tidak hanya soal pembayaran. Pemerintah daerah Provinsi Jambi melalui program fasilitasi seperti “UMKM Level Up” pada 2024 aktif mendorong pendampingan adopsi teknologi, pelatihan pemasaran digital, pencatatan keuangan berbasis aplikasi, dan akses ke pasar digital. Program-program semacam ini menunjukkan adanya intervensi kebijakan yang nyata untuk mendorong pelaku usaha go-online dan masuk ke marketplace. Namun, ketersediaan data terpusat tentang berapa banyak UMKM yang benar-benar aktif berjualan di marketplace nasional (Tokopedia, Shopee, dll.) atau yang memakai layanan fintech selain QRIS masih terfragmentasi antara catatan dinas, bank, dan platform e-commerce (https://opendata.jambiprov.go.id).

Jika ditinjau dari realitas di lapangan, studi dan laporan kegiatan pelatihan lokal memperlihatkan proses transformasi berjalan bertahap: misalnya pelatihan transformasi digital yang membidik puluhan sampai ratusan pelaku UMKM di Kota Jambi (program-program pelatihan yang didokumentasikan akademis/instansi menunjukkan intervensi berskala mikro yang terus berlangsung), namun cakupan skala provinsi masih memerlukan percepatan agar efeknya terasa luas. Ini mengindikasikan bahwa meski ada kemajuan, transformasi digital UMKM di Jambi saat ini masih berada pada fase adopsi yang heterogen, sebagian sudah cukup maju (menggunakan QRIS, e-wallet, berjualan di marketplace), sedangkan sebagian besar masih memerlukan pendampingan intensif untuk masuk ke ekosistem digital secara penuh. (https://ejurnal.faaslibsmedia.com).

Baca juga:  Infrastruktur Jambi Kehilangan Skala Prioritas, Jalan Rusak Tersisih Proyek Mercusuar

Kondisi heterogen ini menjadi dasar penting bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan yang lebih terarah, sebagaimana ditekankan oleh Gubernur Jambi, Al Haris. Sektor UMKM, perdagangan, dan pariwisata memiliki potensi besar sebagai motor penggerak ekonomi baru. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong terciptanya ekosistem usaha yang kondusif dengan memperluas digitalisasi sistem pembayaran, mendukung promosi produk lokal, serta membuka ruang kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

Pernyataan tersebut sejalan dengan tantangan yang masih dihadapi: keterbatasan data terpusat mengenai UMKM yang telah aktif di marketplace, penggunaan fintech selain pembayaran, maupun tingkat digitalisasi operasional usaha. Tanpa basis data yang terintegrasi, sulit mengukur secara presisi seberapa jauh transformasi digital telah mengubah wajah ekonomi Jambi.

Baca juga:  Pentingnya Pendidikan dan Latihan di Sektor Pariwisata

Gentala Arasi, dengan posisinya sebagai platform lintas aktor, bisa menjadi katalis penting untuk menutup kesenjangan itu. Event ini mampu mempertemukan pemerintah, pelaku usaha, perbankan, fintech, dan masyarakat dalam satu ekosistem yang saling menguatkan. Dari sini, transformasi digital di Jambi dapat berjalan lebih sistematis, menyeluruh, dan berdaya saing.

Ke depan, langkah yang perlu diperkuat adalah penguatan basis data UMKM digital, perluasan program pelatihan berskala provinsi, serta insentif nyata bagi usaha yang masuk ke ekosistem marketplace maupun fintech. Dengan demikian, semangat Gentala Arasi tidak berhenti sebagai festival tahunan, melainkan benar-benar menjelma menjadi jembatan emas bagi Jambi menuju masa depan ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan.

Baca juga:  Menyikapi Kebijakan Penghentian SKTM: Antara Regulasi dan Keadilan Sosial di Jambi

Namun, semua langkah tersebut hanya akan efektif jika diiringi dengan kolaborasi lintas sektor yang konsisten dan berkesinambungan. Dengan sinergi yang berkelanjutan antara pemerintah, perbankan, pelaku usaha, dan masyarakat, Jambi memiliki peluang besar untuk menjadikan transformasi digital sebagai tonggak kebangkitan ekonomi daerah. Gentala Arasi bukan hanya festival tahunan, tetapi bisa menjadi simbol komitmen bersama menuju masa depan ekonomi digital yang inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Penulis Merupakan Akademisi UIN STS Jambi