Kutipan Hoegeng yang terkenal, “Polisi itu bukan untuk ditakuti, tapi untuk dipercaya,” menjadi titik refleksi. Kepercayaan publik tidak dapat dibangun semata melalui struktur baru, melainkan melalui keteladanan, konsistensi moral, dan kesadaran etis dari setiap anggota Polri. Restorasi menjadi kata kunci untuk mengembalikan semangat Hoegeng tersebut, sehingga polisi dapat menjalankan fungsi idealnya di mata masyarakat tanpa terbebani stigma politik atau kepentingan sesaat.
Jika dilihat lebih jauh, dorongan untuk mereformasi Polri justru sering datang dari dinamika eksternal, termasuk tekanan politik dan agenda birokrasi pemerintahan. Padahal, reformasi tanpa restorasi hanya akan menciptakan lembaga yang terus berganti kulit, namun rapuh di dalam. Restorasi justru lebih substansial karena menekankan keberlanjutan dan kesetiaan pada nilai-nilai universal kepolisian. Dalam kerangka ini, restorasi berarti menguatkan kepercayaan publik, mempertegas akuntabilitas, dan mengembalikan orientasi pelayanan publik.

Baca juga:  Kapolda Jambi Terima Audiensi Pimpinan Wilayah BULOG, Bahas Sinergi Ketahanan Pangan

Akhirnya, pertanyaan besar yang harus dijawab bukanlah “apakah Polri harus direformasi atau direstorasi,” melainkan “apa yang sebenarnya dibutuhkan Polri hari ini?” Dari refleksi kritis saya sebagai Mahasiswa dan Aktivis Yang Masih Memiliki Rasionalitas, jawaban yang lebih rasional adalah restorasi. Sebab, reformasi telah melahirkan Polri baru yang mandiri pasca 1998. Yang dibutuhkan kini bukan pembongkaran lebih jauh, melainkan pemulihan dan penguatan nilai. Restorasi Polri adalah jalan untuk memastikan bahwa anak kandung reformasi tetap tumbuh sehat dan dipercaya rakyat.

Dengan demikian, perdebatan tentang reformasi versus restorasi tidak boleh dilihat sekadar sebagai wacana akademis belaka, melainkan sebagai arah kebijakan yang menentukan wajah Polri di masa depan. Restorasi Polri berarti kembali pada moralitas, integritas, dan keberpihakan kepada rakyat. Itu pula yang diingatkan Hoegeng dan tokoh-tokoh polisi ideal lainnya, bahwa polisi sejati adalah mereka yang hidup sederhana, jujur, dan teguh menjaga amanah. Maka, jika harus memilih, saya condong pada restorasi, sebab hanya dengan itulah Polri dapat mengembalikan marwahnya sebagai pilar demokrasi yang lahir dari rahim reformasi.

Baca juga:  Anarki Bukan Pilihan, Tapi Buah dari Hak yang Dikhianati

(Penulis Merupakan Public Policy Enthusiast)