Menurutnya, menjadikan UMKM sebagai bantalan utama justru berisiko melemahkan ketahanan ekonomi. UMKM masih menghadapi keterbatasan modal, akses teknologi, serta daya saing pasar. Mereka mudah goyah saat daya beli turun atau ketika bersaing dengan produk industri besar. “Menjadikan UMKM sebagai penopang utama ibarat membangun fondasi rumah di atas pasir. Indah di permukaan, tapi rapuh di dalam,” katanya.

Noviardi juga menyarankan agar pemerintah Kota Jambi lebih berani mengarahkan kebijakan pembangunan pada diversifikasi ekonomi. UMKM tetap harus diberdayakan sebagai mitra, tetapi pusat pertumbuhan harus digerakkan oleh sektor industri dan jasa modern.

“Kalau Kota Jambi ingin melompat lebih jauh, maka jawabannya bukan sekadar memperbanyak UMKM, tetapi memperkuat basis industrinya, khususnya jasa dan perdagangan besar. Industri itulah yang akan menciptakan multiplier effect: menyerap tenaga kerja, melahirkan UMKM pendukung, hingga menarik investasi baru. Dengan begitu, ekonomi Jambi bisa naik kelas, dari sekadar bertahan menjadi benar-benar kompetitif,” tegasnya.

Baca juga:  KESEMPATAN EMAS! Booking Mulai 500 Ribu, Langsung Punya Rumah Impian di Javana Group

“UMKM adalah kebanggaan, tapi industri adalah kekuatan. Kalau Jambi ingin maju, jangan berhenti pada retorika UMKM, tapi bangunlah industri sebagai mesin utamanya,”pungkasnya. (*)