Sementara sektor industri pengolahan dan jasa modern yang dapat menjadi penopang jangka panjang belum berkembang kuat. Ketergantungan pada komoditas primer membuat target pertumbuhan tinggi rawan runtuh oleh gejolak eksternal yang tidak bisa dikendalikan pemerintah daerah.

Di sisi lain, faktor internal juga berperan besar. Pertumbuhan ambisius menuntut adanya birokrasi yang efisien, iklim investasi yang kondusif, serta perencanaan pembangunan yang matang.

Namun kenyataannya, reformasi birokrasi berjalan lambat, izin usaha masih dianggap berbelit, dan kepastian hukum sering dipertanyakan investor. Tanpa perbaikan mendasar di sektor ini, sulit membayangkan adanya lonjakan investasi yang dapat mengerek pertumbuhan hingga 5,4 persen dalam waktu singkat.

Jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan nasional yang berkisar 5,0–5,2 persen, target 5,4 persen berarti Jambi harus tumbuh di atas rata-rata nasional secara konsisten.

Baca juga:  Optimis Ekonomi Indonesia Tidak Menuju Jurang 

Padahal, dalam tren historis, Jambi justru lebih sering berada sedikit di bawah angka nasional. Dengan basis fiskal yang melemah, proyeksi defisit, dan struktur ekonomi yang rapuh, target tersebut lebih terlihat sebagai retorika ketimbang rencana realistis.

Karena itu, langkah bijak bagi Pemerintah Provinsi Jambi adalah menetapkan proyeksi yang lebih konservatif, misalnya di kisaran 4,0–4,5 persen dengan strategi terukur berbasis data. Pemerintah daerah juga perlu menyiapkan skenario mitigasi bila kondisi global memburuk atau transfer pusat tidak sesuai harapan.

Pertumbuhan ekonomi bukanlah hasil dari angka optimistis semata, melainkan buah dari perencanaan fiskal yang sehat, kebijakan sektoral yang jelas, dan keberanian melakukan reformasi struktural. Tanpa itu semua, target 5,4 persen berisiko tinggal janji manis di atas kertas.

Baca juga:  Digitalisasi Bukan Motor Utama Ekonomi Provinsi Jambi

Penulis Merupakan Pengamat Ekonomi