“Setiap tahun ada sekitar 35 ASN di Kota Jambi yang bercerai. Kasus terbanyak berasal dari profesi kesehatan dan pendidikan, namun ada juga dari instansi lain seperti Satpol PP. Salah satu penyebab meningkatnya angka perceraian adalah masalah ekonomi, termasuk pinjaman online dan judi online,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Agama Kota Jambi, Saifullah Anshari, menjelaskan bahwa kerja sama ini bertujuan memastikan hak-hak perempuan dan anak pascaperceraian dapat terlindungi dan terealisasi secara nyata.
“Banyak kasus di mana setelah bercerai, suami tidak lagi memikirkan mantan istri dan anaknya. Padahal, putusan pengadilan sudah menetapkan kewajiban nafkah dan biaya pendidikan. Melalui kerja sama ini, kami ingin memastikan putusan itu benar-benar dijalankan,” kata Saifullah.
Ia menambahkan, hingga saat ini terdapat sekitar 1.370 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Kota Jambi, terdiri dari 1.154 perkara gugatan dan 234 perkara permohonan. Sekitar 1.000 di antaranya merupakan kasus perceraian, sementara sisanya terkait ekonomi syariah, harta bersama, kewarisan, dan perwalian.
“Untuk perkara permohonan, 37 di antaranya adalah dispensasi nikah. Kami telah bekerja sama dengan psikolog Universitas Jambi untuk memberi rekomendasi kesiapan mental sebelum sidang. Ini menjadi dasar hakim untuk menolak pernikahan dini bila belum layak,” jelasnya.
Saifullah juga menjelaskan adanya langkah teknis dalam pelaksanaan putusan pengadilan, di antaranya pemotongan gaji bagi ASN yang diwajibkan membayar nafkah, dilakukan langsung oleh bendahara gaji dan disalurkan ke rekening istri atau anak. Selain itu, akan diberlakukan pembatasan pelayanan publik bagi pihak yang tidak menjalankan putusan, seperti penundaan perubahan status atau pengurusan administrasi kependudukan.
“Dengan MoU ini, kami berharap tidak ada lagi putusan pengadilan yang berhenti di atas kertas. Hak-hak perempuan dan anak harus benar-benar dijamin dan terlindungi,” tutupnya. (*)
Tinggalkan Balasan