Oleh: Yulfi Alfikri Noer S. IP., M. AP
TANYAFAKTA.CO – Di tengah arus perubahan global yang serba cepat, Presiden Prabowo Subianto menegaskan hal paling mendasar dari keberlangsungan bangsa: pendidikan sebagai investasi strategis jangka panjang. Dalam Sidang Kabinet Paripurna (20 Oktober 2025), Presiden menyampaikan bahwa masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam, melainkan oleh kualitas sumber daya manusianya.
Visi ini berpijak pada fakta: berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia baru mencapai 8,91 tahun, atau setara jenjang kelas IX. Artinya, sebagian besar penduduk Indonesia belum menamatkan pendidikan menengah atas, sebuah tantangan nyata bagi pembangunan bangsa.
Empat program utama yang kini dijalankan pemerintah merupakan langkah berani untuk menembus stagnasi sistem pendidikan. Program ini bukan hanya janji politik, tetapi cerminan arah baru pembangunan manusia Indonesia yang terencana, terukur, dan berpihak pada rakyat kecil.
Langkah pertama Presiden Prabowo adalah memperkuat Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pemerintah berencana menambah dana LPDP dengan mengalihkan sebagian dari hasil pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, yang menurut Kementerian Keuangan (2024) jumlahnya mencapai lebih dari Rp13 triliun. Pendekatan ini mengandung makna moral dan simbolik yang kuat, uang yang dahulu diambil dari rakyat kini dikembalikan untuk mencerdaskan anak bangsa.
Sejak berdiri pada 2012, LPDP telah menyalurkan lebih dari 38.000 beasiswa kepada putra-putri terbaik bangsa (LPDP, 2024). Penambahan dana baru ini akan memperluas kesempatan bagi mahasiswa dari daerah tertinggal yang selama ini kesulitan menembus pendidikan tinggi.
Kebijakan tersebut memiliki makna khusus bagi Provinsi Jambi, daerah dengan potensi besar tetapi menghadapi ketimpangan akses pendidikan. Data JDAC Jambi (2024) menunjukkan Angka Partisipasi Murni (APM) Perguruan Tinggi baru 20,43%, artinya hanya 2 dari 10 anak usia kuliah yang dapat menempuh pendidikan tinggi. Dengan memperkuat LPDP dan memprioritaskan pemerataan akses, anak-anak Jambi memiliki peluang lebih besar untuk menjadi bagian dari arus utama pembangunan ilmu pengetahuan nasional.
Visi pendidikan Presiden Prabowo yang menekankan pemerataan akses, peningkatan kualitas guru, dan pembentukan karakter bangsa sesungguhnya menemukan resonansinya di daerah-daerah seperti Provinsi Jambi. Di provinsi ini, semangat untuk memajukan pendidikan rakyat bukan hal baru. Pemerintah Provinsi Jambi di bawah kepemimpinan Al Haris dan Abdullah Sani telah lebih dulu menginisiasi berbagai program yang berpihak pada akses pendidikan untuk semua lapisan masyarakat.
Program Beasiswa Dumisake Pendidkan misalnya, menjadi wujud nyata dari upaya daerah untuk memastikan bahwa tidak ada anak Jambi yang tertinggal karena keterbatasan ekonomi. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Jambi tahun 2024, lebih dari 5.000 siswa dan mahasiswa telah menerima bantuan beasiswa dari program ini, baik dalam bentuk dukungan biaya sekolah maupun biaya kuliah. Program ini juga sejalan dengan Pro Jambi Cerdas, yang berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui bantuan pendidikan berjenjang dan pelatihan vokasi. Upaya yang ditempuh Pemerintah Provinsi Jambi ini sejatinya seirama dengan visi besar nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, yang menempatkan pendidikan sebagai fondasi kemandirian bangsa di era digital.
Visi Prabowo tak berhenti di level perguruan tinggi. Pemerintah juga menggulirkan kebijakan modernisasi sekolah melalui distribusi Interactive Flat Panel (IFP) berukuran 75 inci ke sekolah dasar hingga menengah atas di seluruh Indonesia. Hingga akhir 2024, sekitar 50.000 sekolah telah menerima perangkat digital pembelajaran ini (Kemendikbudristek, 2025).
Langkah ini menunjukkan kesadaran bahwa revolusi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari revolusi teknologi. Di Jambi, kebijakan ini menemukan relevansinya. Meski memiliki tingkat Angka Melek Huruf (AMH) 98,16%, disparitas antara kota dan desa masih terasa. Akses internet di wilayah pedesaan baru mencapai 71,4%, jauh di bawah 91% di perkotaan (BPS, 2024).


Tinggalkan Balasan