TANYAFAKTA.CO, JAMBI – Di tengah ruang pamer yang remang dan beraroma tanah lembap, dinding-dinding putih di Gedung SSL Hexagonal, Arkeologi Universitas Jambi, berubah menjadi jendela masa lalu.
Melalui pameran Galeri Alam Abadi: Warisan Masa Lalu di Bukit Bulan, Sarolangun, Jambi, jejak tangan manusia prasejarah seolah hidup kembali, bercerita tentang kisah ribuan tahun silam yang terukir di batu.
Selama dua hari, 8–9 Oktober 2025, pameran ini menghadirkan pengalaman lintas waktu bagi pengunjung. Mereka diajak menelusuri warisan budaya prasejarah dari Bukit Bulan, kawasan karst di Kabupaten Sarolangun yang dikenal menyimpan gambar cadas (rock art) berusia ribuan tahun. Setiap motif dan simbol yang terpahat di dinding batu menjadi bahasa visual yang memotret hubungan manusia purba dengan alam sekitarnya.
Namun, Galeri Alam Abadi bukan sekadar ruang pamer benda bersejarah. Ia hadir sebagai laboratorium hidup bagi edukasi publik dan kebanggaan budaya daerah. Di zona interaktif edukasi, pelajar dan mahasiswa mencoba menggambar dengan gaya prasejarah, menggunakan pigmen alami layaknya para leluhur. Gelak tawa, rasa ingin tahu, dan decak kagum berpadu menjadi bukti bahwa sejarah bisa disampaikan dengan cara yang menyenangkan.
Ketua Panitia, Kurnia Sandi, menjelaskan bahwa pameran ini dirancang sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat.
“Kami ingin menjadikan Bukit Bulan bukan hanya situs arkeologi yang diam, tetapi simbol kebangkitan budaya Jambi. Warisan masa lalu ini bisa menjadi inspirasi untuk menggerakkan potensi ekonomi kreatif daerah,” ujarnya.
Antusiasme pengunjung terasa sepanjang acara. Mahasiswa arkeologi yang menjadi pemandu menjelaskan makna setiap lukisan cadas kepada ratusan pelajar, akademisi, dan komunitas budaya yang hadir.
Pameran ini juga mempertegas pentingnya sinergi antara riset, seni, dan partisipasi publik dalam melestarikan warisan budaya. Melalui pendekatan kreatif dan kolaboratif, “Galeri Alam Abadi” membuka ruang baru bagi masyarakat untuk memahami bahwa kebudayaan bukan sekadar peninggalan, melainkan identitas yang harus terus dijaga.
“Pelestarian budaya tidak akan hidup tanpa keterlibatan masyarakat. Ketika publik ikut merasa memiliki, maka warisan ini akan terus bernapas,” tutup Kurnia dengan penuh makna.
Kini, setelah pameran usai, gema Galeri Alam Abadi masih terasa. Ia meninggalkan pesan sederhana namun kuat: bahwa setiap batu, setiap goresan, adalah cerita dan tugas generasi kini adalah memastikan cerita itu tak hilang ditelan waktu. (*)
Tinggalkan Balasan