TANYAFAKTA.CO, JAKARTA – Kasus kekerasan berat yang menimpa Intan (22), seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Sumba Barat, kembali menggugah perhatian publik dan menegaskan pentingnya percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Korban diduga mengalami penyiksaan selama hampir satu tahun oleh majikannya berinisial R (44) dan rekannya M (22) di kawasan elit Sukajadi, Kota Batam. Bentuk kekerasan yang dialami korban mencakup penganiayaan fisik dan psikis, termasuk luka parah di sekujur tubuh, serta trauma psikologis berat. Bahkan, Intan dipaksa meminum air dari septitank dan makan kotoran anjing.

Aksi keji tersebut terungkap setelah video dan laporan warga beredar di media sosial Facebook. Polisi telah menetapkan kedua pelaku sebagai tersangka, dan keduanya kini ditahan. Penyidik menegaskan kasus ini tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian. Sementara itu, korban tengah menjalani perawatan medis dan pendampingan psikologis secara intensif.

Baca juga:  KKRJ Desak DPRD dan DPR RI Bongkar Jumlah Sumur Migas Milik PetroChina di Blok Jabung

Ketua Lembaga Pemberdayaan Perempuan Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI), Kristina Elia Purba, menyatakan bahwa kasus ini menjadi bukti konkret lemahnya perlindungan hukum bagi PRT di Indonesia.

“Tragedi yang menimpa Intan menunjukkan betapa rentannya posisi PRT tanpa payung hukum. RUU PPRT sudah terlalu lama tertunda. Ini bukan lagi soal dokumen politik, tapi soal kemanusiaan,” ujar Kristina kepada TanyaFakta.co pada Rabu, (24/5/2025).

RUU PPRT sendiri telah diajukan sejak 2004, masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, dan dijanjikan Presiden Prabowo akan rampung dalam tiga bulan pasca Hari Buruh 1 Mei lalu. Namun hingga kini, rancangan tersebut belum juga disahkan di tingkat II parlemen.

Baca juga:  Presiden Prabowo Angkat Diplomasi Damai Indonesia di Forum Dunia

Kristina menambahkan bahwa RUU PPRT sangat penting sebagai instrumen perlindungan terhadap kelompok rentan. Ia menegaskan tiga poin utama urgensi pengesahan RUU tersebut:

1. Menjamin kontrak kerja, upah layak, jam kerja, dan hak istirahat bagi PRT.

2. Mencegah kekerasan dan eksploitasi terhadap PRT.

3. Memberikan kepastian hukum bagi pekerja, majikan, dan negara.

Melalui pernyataan resminya, PP PMKRI mendesak DPR RI untuk segera menuntaskan pembahasan dan mengesahkan RUU PPRT pada tahun ini. PMKRI juga meminta pemerintah dan Badan Legislasi DPR agar mempercepat proses pembahasan, serta mendorong RUU ini tetap dimasukkan sebagai “carry over” jika diperlukan.

Lebih lanjut, Kristina juga mengajak masyarakat sipil dan media untuk turut mengawal proses legislasi dan memastikan PRT mendapatkan perlindungan yang setara.

Baca juga:  Gubernur Al Haris Harap Revisi UU Sisdiknas Berpihak kepada Guru

“Kasus Intan hanyalah satu dari sekian banyak yang terungkap. Berapa banyak lagi yang masih tersembunyi? Tanpa undang-undang yang kuat, kekerasan serupa bisa terus terjadi. Kita tidak bisa lagi menunda,” tegasnya. (*)