Inilah momentum baginya untuk menunjukkan kemandirian politik dan keberpihakan kepada masyarakat banyak, bukan hanya sekadar menjadi pelanjut kebijakan tanpa evaluasi kritis.
Penting juga untuk mencermati bahwa kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN harus disertai dengan langkah-langkah kompensasi yang nyata.
Pemerintah dapat mempertimbangkan pengurangan pajak penghasilan bagi kelas menengah ke bawah, atau meningkatkan subsidi untuk kebutuhan pokok seperti pangan dan energi.
Langkah ini akan memberikan bantalan bagi masyarakat untuk menghadapi dampak dari kenaikan PPN. Tanpa langkah kompensasi yang jelas, kenaikan tarif pajak hanya akan menjadi beban tambahan yang memperdalam ketimpangan sosial dan ekonomi.
Menaikkan pajak tanpa menghapus kemiskinan struktural ibarat perampokan terselubung. Ketimpangan ekonomi yang masih menganga, pengangguran yang tetap tinggi, serta sulitnya akses terhadap pekerjaan layak menjadi realitas pahit yang tak bisa diabaikan.
Kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN seharusnya dikaitkan erat dengan upaya nyata untuk mengatasi masalah-masalah ini, bukan justru menambah beban masyarakat.
Para elit politik dan pembuat kebijakan harus mulai berani bertanya pada diri sendiri: apa tujuan dari semua ini? Apakah kenaikan tarif pajak benar-benar demi kepentingan rakyat, atau hanya menjadi instrumen untuk menopang ambisi proyek yang nirfaedah?
Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan apakah pemerintahan yang baru akan dikenang sebagai pembela rakyat atau hanya menjadi pelanjut kebijakan yang semakin menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan.
Sebagai tambahan, transparansi penggunaan dana pajak harus menjadi perhatian utama. Saat ini, masyarakat banyak yang skeptis karena merasa uang pajak yang mereka bayarkan tidak digunakan dengan semestinya.
Kasus penggunaan dana negara untuk membayar buzzer politik, mendanai proyek-proyek yang tidak relevan, hingga pemborosan anggaran di berbagai sektor hanya menambah ketidakpercayaan publik. Jika pemerintah ingin mendapatkan dukungan rakyat, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas.
Kini, bola ada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Pilihan ada di hadapannya: mendengarkan suara rakyat yang semakin tercekik oleh beban ekonomi, atau tetap melaju tanpa peduli pada penderitaan yang nyata di depan mata.
Jika ingin menunjukkan kepemimpinan yang mandiri dan berpihak pada rakyat, inilah saatnya untuk bertindak. Kebijakan PPN 12% adalah ujian besar yang akan menguji komitmen pemerintah terhadap rakyatnya.
Tidak cukup hanya dengan mendukung kebijakan sebelumnya, presiden harus berani mengambil langkah berani untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar peduli terhadap nasib rakyat yang dipimpinnya.
Kenaikan PPN adalah cerminan dari filosofi kebijakan ekonomi yang dipilih pemerintah. Apakah kita akan terus berfokus pada angka-angka makro yang terlihat indah di atas kertas, atau mulai benar-benar melihat dampak kebijakan tersebut terhadap kehidupan nyata rakyat?
Inilah pertanyaan yang harus dijawab oleh pemerintah, terutama di tengah krisis ekonomi yang semakin kompleks. Masa depan masyarakat tidak hanya ditentukan oleh statistik, tetapi juga oleh keberanian pemimpin untuk memilih kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat.
Penulis : Ahmad Fadillah Zurdi |Mahasiswa Fakultas hukum Universitas Jambi
Tinggalkan Balasan