Pertama, pihak rumah sakit belum membayar jasa yang telah diberikan oleh PT AJM selama enam bulan. Kedua, ada pihak ketiga yang masuk ke RSUD Raden Mattaher dan melakukan pekerjaan serupa terkait pengelolaan limbah B3 tanpa koordinasi yang jelas dengan PT AJM.
“Terhadap hal itu kami sudah melakukan keberatan somasi. Tapi memang jawaban mereka agak menyimpang. Mereka justru bertanya apakah kita punya izin atau tidak,” kata Mike.
Menurut Mike, pertanyaan tersebut sangat tidak relevan karena seharusnya masalah perizinan sudah dipastikan sebelum perjanjian dilakukan.
“Seharusnya itu tidak pantas lagi untuk dipersoalkan,” tegasnya.
Mike juga mempertanyakan apakah pihak ketiga yang terlibat dalam pengelolaan limbah B3 di RSUD Raden Mattaher memiliki legalitas yang setara dengan PT AJM.
“Bisa di crosscheck di RSUD Raden Mattaher,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, Mike mengungkapkan adanya penyimpangan kewenangan yang dilakukan oleh pihak RSUD Raden Mattaher terkait jadwal pengangkutan limbah.
Pasalnya, ada karyawan RSUD yang mengatur ulang jadwal pengangkutan limbah B3 tersebut, padahal jadwal tersebut seharusnya menjadi kewenangan vendor, bukan rumah sakit.
“Jadwal ini dalam agreement ditentukan oleh vendor (pengelola). Jadi satu tahun pengumpulan limbah itu, sudah ditentukan selama satu tahun mulai dari Januari 2025 sampai Desember 2025. Itu domainnya vendor, bukan domainnya RSUD Raden Mattaher,” ungkapnya.
Kuasa hukum PT AJM ini juga menegaskan bahwa kliennya sangat dirugikan dengan pengingkaran kerjasama tersebut. Ia menambahkan, masalah yang lebih serius muncul ketika pihak RSUD Raden Mattaher melakukan pencemaran nama baik terhadap PT AJM lewat media sosial.
“Kami merasa apa yang disampaikan pihak rumah sakit merugikan nama baik principal (klien) saya, maka kami laporkan. Persoalan wanprestasi hari ini sudah masuk gugatannya. Kita tunggu prosesnya,” tegas Mike. (Aas)


Tinggalkan Balasan