Selain itu, pasar kerja global yang terus berkembang dengan munculnya berbagai jenis pekerjaan baru akibat inovasi sains dan teknologi serta perkembangan arificial Inteligence (AI), serta peningkatan kreativitas, semakin menambah tantangan bagi lulusan untuk dapat beradaptasi dengan cepat. Semua faktor ini menjelaskan mengapa banyak sarjana Indonesia yang menganggur dan sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai.

Era globalisasi harus diakui telah membuat mobilitas tenaga kerja antarnegara, membuat persaingan semakin ketat. Tenaga kerja asing yang lebih siap dan berkualitas dengan mudah dapat memasuki pasar kerja di Indonesia, memenuhi posisi yang membutuhkan keahlian tinggi.

Hal ini menambah tekanan bagi lulusan lokal, yang sering kali kalah bersaing baik dari segi kompetensi, profesionalisme, maupun kualitas. Tantangan ini adalah bagian dari dinamika pasar tenaga kerja di era global, di mana kebutuhan tenaga kerja lebih cenderung disesuaikan dengan standar internasional.

Baca juga:  Prabowo & Gibran: Duet Tak Terduga, Masa Depan Indonesia di Ujung Tanduk?

Di sisi lain, dari perspektif penawaran, kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih jauh dari memadai. Hal ini menjadi salah satu faktor utama mengapa banyak sarjana kesulitan dalam bersaing di pasar kerja.

Meskipun telah ada banyak inisiatif dari pemerintah dan sektor swasta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendirian perguruan tinggi, pengembangan perguruan tinggi baru sering kali tidak diimbangi dengan kualitas pendidikan yang memadai.

Banyak perguruan tinggi baru yang hanya berorientasi pada keuntungan, yang menghasilkan lulusan dengan kualitas rendah dan kurang kompetitif di pasar kerja. Akibatnya, meskipun jumlah lulusan perguruan tinggi terus meningkat, kualitas mereka tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan pasar global yang terus berubah.

Baca juga:  Hasil Panggung Debat Terakhir: Mengapa Maulana-Diza Adalah Jawaban, dan HAR-Guntur Sebuah Risiko

Tentu ada banyak usaha yang bisa dilakukan mengatasi problem ini, yang tetap dimulai dari Peningkatan Kualitas Pendidikan, Institusi pendidikan tinggi perlu berkolaborasi dengan industri untuk memastikan kurikulum yang diajarkan relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Pelatihan keterampilan praktis dan soft skills juga harus menjadi fokus utama.

Lalu penambahan Program Magang dan Kerjasama dengan Industri, mendorong mahasiswa untuk mengikuti program magang selama masa studi dapat memberikan pengalaman kerja yang berharga. Kerjasama antara universitas dan perusahaan dapat membuka peluang bagi lulusan untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus.

Termasuk mengintegrasi kewirausahaan dalam kurikulum dapat mendorong lulusan untuk menciptakan lapangan kerja mereka sendiri. Program inkubasi bisnis di kampus juga dapat membantu mahasiswa mengembangkan ide bisnis mereka.

Baca juga:  Kampus Sunyi, Birokrasi Riang—Tanpa BEM, Tanpa Gangguan

Sedangkan dari sisi pemerintah dapat berperan aktif dalam menciptakan kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan kerja, seperti insentif bagi perusahaan yang mempekerjakan lulusan baru atau program pelatihan kerja yang disubsidi.

Dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat, diharapkan tingkat pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi dapat ditekan, dan mereka dapat berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Jika tidak, lagu sarjana muda Iwan Fals tadi seakan menjadi ramalan yang nyata bagi para sarjana Indonesia.

Oleh :  Dr. Noviardi Ferzi | Pengamat