– Bank
– Pasar
– Toko souvenir
– Dan lain-lain
5.3. Pengunjung
Data ini meliputi keadaan seperti: jumlah, frekuensi, tingkat pendidikan, motivasi, macam (rombongan, perorangan, asing dan domestik), lama singgah, dan fasilitas yang mereka gunakan dari kota pusat penyebaran wisatawan atau obyek wisata yang ada dekat dengan kawasan tersebut. Dalam hal ini perlu dibuatkan perkiraan jumlah kunjungan di masa yang akan datang.
Data ini dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti pihak pengelola Biro Perjalanan, Hotel, Disparda, atau melalui pengumpulan data langsung di lapangan.
5.4. Kependudukan
Uraian tentang kependudukan meliputi jumlah dan penyebaran penduduk (umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan sebagainya), mata pencaharian dan tingkat pendapatan, kebudayaan adat istiadat, agama, serta tekanan penduduk terhadap kawasan tersebut. Data ini dapat diperoleh dari instansi pemerintah atau melalui pengumpulan data di lapangan.
6. Keunikan
Keunikan yang perlu ditonjolkan terutama yang mengandung nilai estetika meliputi flora dan fauna yang ada di dalam dan di luar gua, gejala alam, peninggalan sejarah dan kebudayaan beserta penelitian tentang aspek-aspek arkeologi.
7. Atraksi Wisata
Atraki wisata merupakan dasar bagi pengembangan pariwisata. Jenis pariwisata yang akan dikembangkan serta segmen pasar yang mungkin diraih ditentukan oleh potensi atraksi yang tersedia (Nico K. Legoh, Studi Pariwisata Saguling, 1983).
Walaupun produk utama kawasan yang akan dikembangkan adalah gua, namun atraksi wisata lain yang dapat ditonjolkan perlu diadakan inventarisasi. Untuk kelengkapan rencana pengembangan obyek wisata gua tersebut, suatu penilitian yang mendalam untuk indentifikasi dan penilaian daya tarik masing-masing atraksi wisata-wisata perlu dilakukan.
Zona Pengembangan Kawasan Obyek Wisata Gua
Untuk mencegah terjadinya persaingan penggunaan kawasan di sekitar gua yang akan dikembangkan, yang akan menyebabkan pengembangan obyek wisata gua yang kurang serasi karena adanya aktifitas-aktifitas yang saling bertentangan, maka perlu diadakan zona-zona pengembangan kawasan wisata gua dan sekitarnya secara sesuai.
Penggunaan wilayah dan kawasan obyek wisata gua permacam-macam yaitu:
– Untuk konservasi
– Permukiman
– Pertanian
– Pariwisata intensif
– Industri
– Dan lain-lain.
Di daerah zona pariwisata intensif, perlu pula diadakan berbagai zona, agar aktifitas-aktifitas pariwisata tidak saling mengganggu dan perlu diperhatikan syarat-syarat alamiah zona-zona di dalam daerah pariwisata intensif antara lain, sebagai berikut:
– Zona bebas bangunan
– Transisi
– Fasilitas umum
– Perkemahan
– Parkir
– Zona pintu masuk dan sebagainya.
Rencana Alamiah
Keseimbangan yang dinamis baik dari segi pandang maupun dari segi lingkungan secara keseluruhan perlu dipertahankan melalui suatu konsep perencanaan alamiah sebagai berikut:
1. Bagi pengembangan di kawasan gua (di dalam dan di luar gua) perlu dibuat suatu konsep perencanaan yang sesuai, mengembangkan karakteristik dan potensi yang khas dari keindahan dan keunikan gua-gua tersebut. Dengan dasar demikian untuk mempertahankan/meciptakan suasana dan lingkungan alamiah, menjaga kelestarian alam dan lingkungan serta menghindari adanya hentakan dalam ekosistem.
2. Citra gua perawan dipertahankan dengan cara antara lain: Menyamarkan bentuk dan fasilitas yang ditambahkan dengan bentuk asli serta suasana alamiah gua (gelap abadi dan sunyi abadi).
3. Perlu dihindarkan pula bentuk-bentuk bangunan dan pemakaian warna yang mencolok. Disarankan untuk menyesuaikan warna dengan tanaman/tumbuhan disekitarnya dan menggunakan pola arsitektur daerah setempat.
4. Kendaraan bermotor seperti bus, mobil, truk, dan sepeda motor tidak diperkenankan masuk zona transisi.
5. Kontur jalan menuju bukit hendaklan disesuaikan dengan topografi wilayah dan diusahakan agar idak direncanakan jalan yang panjang dan lurus karena ini akan memberikan kesan monoton.
6. Perkampungan penduduk asli merupakan daya tarik bagi pengunjung, oleh karena itu sebaiknya perkampungan tersebut perlu diidentifikasi dan dimasukan dalam rencana pengembangan (Prof. Ir. Kus Hadinoto, 1984). Berhasilnya, pengembangan dari suatu obyek wisata umumnya adalah karena dapat memperpanjang lama tinggal dan meningkatkan jumlah frekuensi kunjungan wisatawan, yang pada garis besarnya tergantung dari cara pelaksanaan pengembangan dan pada cara-cara perlindungan dari bagian wilayah yang khas dan unik (Prof. Ir. Kus Hadinoto, 1984).
Fasilitas Penunjang
Khusus mengenai fasilitas penunjang dapat dikembangkan antara lain:
– Pengadaan bahan-bahan makanan melalui kegiatan pertanian dan peternakan lokal.
– Kerajinan masyarakat
– Usaha bahan bangunan dan perusahaan bangunan.
– Sarana penunjang wisatawan, misalnya penyewaan helm, lampu senter, coverall, sepatu tinggi, dan perlengkapan menelusuri gua lainnya.
– Sarana transport
Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan
Pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi yang dikemukakan dalam tulisan ini bagi kepentingan studi lanjutan memerlukan penanganan terpadu dan profesional dari instansi pemerintahan, badan usaha swasta, yayasan dan sebagainya.
Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata Provinsi, dan Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas pokoknya harus berperan sebagai pemrakarsa dan koordinator dalam pelaksanaan pengembangan obyek wisata gua tersebut dengan tetap tanggap terhadap saran-saran dari lembaga dan organisasi profesi lainnya.
Keamanan Wisatawan Gua Minat Khusus
Seperti halnya olah raga pada umumnya olah raga menelusuri gua baik untuk maksud santai (gua santai) dan gua ilmiah untuk maksud penelitian memungkinkan terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu harus diusahakan agar dapat memperkecil kecelakaan yang mungkin terjadi, antara lain dengan cara sebagai berikut:
– Penelusur gua khususnya untuk gua-gua dengan derajat kesulitan tertentu harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dan memiliki sertifikat yang berlaku (di Indonesia saat ini kursus yang menyangkut pengetahuan dan keterampulan menelusuri gua dilaksanakan oleh Himpunan dan Kegiatan Speologi Indonesia yang berpusat di Tugu Utara Bogor). Sertifikat tersebut menunjukan tingkat pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam menelusuri gua dengan derajat kesulitan tertentu.
– Penelusur gua harus mengetahui bahaya-bahaya dalam gua.
– Harus ada “cave guard” sebagai tenaga penyelamat bagi wisatawan yang mengalami kecelakaan. “Cave guard” harus terlatih dan dilengkapi dengan peralatan yang dibutuhkan.
– Bagi wisatawan umum yang berminat menelusuri gua dengan derajat kesulitan tertentu harus didampingi penelusur gua setempat yang mengetahui keadaan gua.
Pendidikan dan Latihan
Disamping pengembangan fisik, program pendidikan masyarakat dan pengadaan tenaga kerja terdidik dan terlatih serta memiliki sikap dan nilai tertentu perlu dirumuskan dan dilaksanakan sejalan dengan tahap-tahap pengembangan.
Bila produk pariwisata dipandang sebagai suatu totalitas (baik totalitas kongkret maupun totaliras abstrak/logik) maka peranan pendidikan dan latihan dalam rangka mencapai konfigurasi yang optimal dari mutu produk tersebut akan menjadi lebih penting (Thamrin Bachri Sinar Harapan, 1981).
Pendidikan yang menunjang keberhasilan jangka panjang obyek wisata tersebut antara lain adalah pendidikan pemandu wisata gua, penelusur gua, pengelolasebagaian gua, dan sebagainya yang berkaitan.
Perumusan dan penyelenggaraan program pendidikan dan latihan tersebut harus diserahkan kepada lembaga-lembaga serta organisasi yang berkompeten pada bidang tersebut.
Khsusnya penyuluh masyarakat, tujuan program adalah mempersiapkan masyarakat di sekitar wilayah pengembangan agar:
– Menyadari dampak pariwisata baik positif maupun negatif.
– Mengetahui dan memanfaatkan kesempatan-kesempatan usaha yang terbuka
– Berpartisipasi secara aktif.
Program ini dilaksanakan melalui suatu sistem pendidikan non formal. Sarana yang paling tepat untuk jenis pendidikan ini adalah para pemuka masyarakat, agama, juru penerang, camat, lurah, media massa, dan sebagainya.
Penutup
Sebagai bagian penutup dari uraian ini disarankan agar ide pengembangan gua sebagai obyek wisata, tanggung jawab perencanaan dan pelaksanaannya harus berdasarkan pendekatan antar sektor dengan bersinergi, berkoordinasi dan berkolaborasi. Tanggung jawab masing-masing sektor harus digariskan secara tegas. Akhirnya perlu digaris bawahi bahwa
“ANYPLAN WILL BE USELESS UNLESS IT IS IMPLEMENTED”.
Penulis: Thamrin B. Bachri
• Alumnus Dept. Hospitality & Tourism University of Wisconsin, USA.
• Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI Periode 2002-2009.
• Tenaga Ahli Gubernur Jambi


Tinggalkan Balasan