TANYAFAKTA.CO – Pemerintah Indonesia meluncurkan paket stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun yang berlaku mulai Juni hingga Juli 2025. Kebijakan ini diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan tujuan mendorong konsumsi rumah tangga di tengah perlambatan ekonomi global.

Stimulus tersebut mencakup subsidi transportasi publik, bantuan tunai dan pangan, serta diskon tarif tol. Menurut Sri Mulyani, insentif ini dirancang untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional agar tetap di kisaran 5% pada kuartal kedua tahun ini.

Namun, kebijakan ini menimbulkan beragam respons. Sebagian kalangan menyambut positif, namun tidak sedikit yang mengkhawatirkan keberlanjutan fiskal dan efektivitas jangka panjang stimulus ini.

Ekonom dari berbagai lembaga memuji respons cepat pemerintah dalam menghadapi tekanan ekonomi. Stimulus dianggap dapat meningkatkan daya beli masyarakat dalam waktu singkat, terutama menjelang libur sekolah dan tahun ajaran baru.

Baca juga:  Paradigma Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia

Di sisi lain, pengamat ekonomi menilai stimulus ini bersifat jangka pendek dan berisiko menjadi beban fiskal baru. Apalagi, stimulus ini diumumkan hanya sebulan setelah pemerintah memangkas anggaran sebesar Rp306,7 triliun melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025.

Ini seperti menutup lubang dengan membuka lubang lain,Jika tidak disertai pembenahan struktural, kebijakan ini hanya menunda masalah.

Salah satu komponen stimulus adalah diskon tarif tol yang sebagian biayanya ditanggung BUMN pengelola jalan tol. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak keuangan perusahaan milik negara yang sudah menghadapi tantangan likuiditas.

Bahkan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad turut angkat suara. Dia mengatakan belum ada kejelasan sejauh mana beban ini memengaruhi BUMN.

Baca juga:  Soal Perjalanan Pegawai Bank Jambi ke Dieng : Analisis Risiko

Jangan sampai niat membantu masyarakat justru memperburuk kinerja perusahaan negara.

Selain itu, publik menuntut kejelasan prioritas belanja negara. Di tengah penghematan anggaran kementerian dan lembaga, peluncuran stimulus besar perlu dikaji ulang secara menyeluruh.

Para analis mendorong pemerintah agar tidak hanya fokus pada solusi konsumsi jangka pendek, tetapi juga memperkuat sektor riil seperti UMKM dan industri padat karya. Efisiensi belanja negara dan penguatan program jaminan sosial berkelanjutan juga dianggap penting.

Stimulus ekonomi 2025 merupakan langkah cepat pemerintah dalam menjaga daya beli. Namun ke depan, kebijakan fiskal harus lebih diarahkan pada penguatan fondasi ekonomi jangka panjang yang inklusif dan berkelanjutan.

Oleh : Mutiara Salsalina | Mahasiswa Universitas Jambi

Baca juga:  Geopark Merangin: Di Antara Pengakuan Dunia dan Menakar Keseriusan Pemerintah Daerah